Pages


WILUJENG SUMPING DI BLOG SIMKURING


PENYEBAB GAGALNYA DA'WAH

Rabu, 18 Mei 2011

(DR. Sayyid M. Nuh)

PERTAMA
FUTUUR

A.Pengertian Futuur
Dalam lisanul Arab, kata fatara mengandung pengertian sikap berdiam diri setelah sebelumnya bergiat atau setelah sebelumnya kuat. Sedangkan dari sudut istilah futuur ialah suatu penyakit hati (rohani) yang efek minimalnya timbulnya rasa malas, lamban dan sikap santai dalam melakukan suatu amaliyah yang sebelumnya pernah dilakukan dengan penuh semangat dan menggebu-gebu,dan efek maksimalnya adalah terputusnya sama sekali praktik dari suatu amaliyah tersebut.

B. Faktor-Faktor Penyebab Futuur
1. Sikap ekstrim atau terlalu berlebihan dalam menjalankan aturan agama.
Rosulullah saw bersabda:" Jauhilah sikap ghuluw (berlebih- lebihan dalam agama), karena sesungguhnya orang orang sebelum kamu telah binasa akibat sikap itu.(HR. Ahmad)
2. Melampaui batas kewajaran dalam melakukan hal-hal yang mubah atau dibolehkan.
Ummul mukminin A`isyah ra berkata :"Musibah pertama yang akan menimpa umat ini sepeninggal nabinya adalah rasa kenyang .Sesungguhnya suatu kaum manakala perutnya kenyang maka akan gemuk badannya, lemah kemauannya, dan syahwatnya akan sulit dikendalikan".
3. Memisahkan diri dari berjamaah dan lebih mengutamakan hidup uzlah atau menyendiri.
Rosulullah saw bersabda :"Berjama`ahlah kalian ,karena sesungguhnya setan akan menyertai orang yang sendiri, dan ia akan menjauhi orang yang berdua. Barang siapa yang ingin masuk ke dalam taman syurga hendaklah ia komitmen dengan jamaahnya".(HR Tirmudzi)
4. Kurang mengingat masalah kematian dan akhirat.
5. Menyepelekan kewajiban harian, seperti tidak sholat pada waktunya.
6. Tubuhnya termasuki sesuatu yang haram atau bernilai syubhat.
7. Mencukupkan diri dengan mengerjakan salah satu bagian saja dari syari'at islam.
Contoh sikap semacam itu adalah hanya memusatkan perhatian kepada masalah akidah saja dan mengenyampingkan masalah selainnya, atau terlalu mementingkan ibadah saja dan meninggalkan masalah muamalah lainnya.
8. Melalaikan kaidah sunnatullah.
Sebagai misal adalah mereka ingin secepatnya melakukan perubahan secara total terhadap kondisi dan situasi masyarakat, baik pola pikir, akhlak, maupun tatanan budaya, sosial, politik dan sebagainya ke dalam konsep islam kalau mungkin dalam waktu sesingkat-singkatnya.
9. Mengabaikan kebutuhan jasmani.
10. Tidak siap menghadapi kendala da`wah.
11. Berteman dengan orang yang mempunyai penyakit futuur.
12. Tidak terprogramnya aktifitas yang dilakukan.
13. Berlarut-larut dalam melakukan maksiat dan meremahkan dosa-dosa kecil.
.
C. Dampak Akibat Futuur
1. Terhadap diri aktivis.
Merupakan kerugian besar andaikan kita tengah dilanda futuur, tiba-tiba kita harus menghadap kepada-Nya, karena kita akan dinilai sebagai manusia yang menyia-nyikan dan lalai terhadap ajaran -ajaran-Nya.
Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas`ud ra. Sangat berduka hingga menitikkan air mata kala dirinya tengah sakit keras menjelang wafatnya. Para sahabatnya lalu bertanya :"apa yang terjadi padamu wahai Abdullah bin Mas`ud? Dia menjawab : "sesungguhnya aku menangis karena penyakit ini menyerangku saat aku dalam keadaan futuur dan tidak menimpaku saat aku giat.

2. Terhadap amal islami
Penyakit futuur akan mengakibatkan bertambah panjang jalannya dakwah serta akan mengakibatkan bertumpuknya beban serta pengorbanan.

D. Kiat Dan Cara Mengatasi Futuur.
1. Menjauhi perbuatan maksiat dan keburukan baik yang besar ataupun yang kecil.
2. Tekun dalam mengerjakan kewajiban harian.
3. Mengincar waktu-waktu utama dan menghidupkannya dengan ketaatan padanya.
4. Menghindarkan diri dari sikap berlebihan dalam menjalankan agama, karena yang demikian ini akan mempergiat dan mendorong untuk kontinyu.
5. Menerjunkan diri sepenuhnya dalam lingkup jamaah, dan tidak meningalkannya dalam situasi dan kondisi apapun.
6. Senantiasa memperlihatkan kaidah sunnatullah dalam kehidupan.
7. Menyadari bentuk-bentuk kendala yang akan dihadapi.
8. Teliti dan menerapkan strategi yang baik.
9. Senantiasa menjalin hubungan dengan para shalihin dan mujahidin.
10. Memberikan waktu pada jasmani untuk istirahat, makan dan minum secukupnya.
11. Menghibur diri dengan hal-hal yang diperbolehkan.
12. Melakukan kajian secara kontinyu terhadap buku-buku yang membahas perjalanan hidup atau sejarah para sahabat atau orang orang sholih lainnya.
13. Mengingat kematian dan kejadian-kejadian yang bakal terjadi selanjutnya.
14. Mengingat kenikmatan syurga dan azab neraka.
15. Menghadiri majlis-majlis ilmu.
16. Menjalankan ajaran agama secara total.
17. Mengoreksi jiwa /muhasabah.

KEDUA
ISRAAF

A.Pengertian
Dari sudut bahasa israaf dapat bermakna :
1. Melakukan sesuatu tapi tidak dalam rangka ketaatan.
2. Boros dan melampaui batas.
Sedangkan menurut istilah adalah penyakit rohani berupa perbuatan yang melampaui batas kewajaran, baik dalam hal makanan, minuman, tempat tinggal dan lain sebagainya.

B. Faktor-Faktor Penyebab Israaf
1. Latar belakang keluarga.
Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda :Wanita itu biasanya dinikahi karena empat hal, yakni hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang baik agamanya,niscaya kalian beruntung (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Keluasan rizki yang diperoleh setelah kesempitan.
3. Berteman dengan pemboros.
4. Lalai terhadap bekal perjalanan.
Allah berfirman ;" Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang padamu cobaan sebagaimana halnya orang orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan macam-macam cobaan), sehingga berkatalah rosul dan orang-orang yang bersamanya, bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah ,sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat .(al baqarah :214)
5. Pengaruh anak dan istri.
Yaitu melalui adat dan kebiasaan mereka. Jika kita tidak waspada, teliti dan sabar dalam menghadapinya, maka kita akan mudah sekali dipengaruhi oleh mereka.
6. Lalai terhadap tabiat kehidupan dunia dan apa yang harus terjadi.
7. Kurang mampu mengendalikan aneka tuntutan jiwa.
8. Lalai terhadap kekerasan dan kehebatan hari kiamat.
9. Lalai terhadap realitas yang tengah dihadapi oleh kebanyakan umat manusia dan kaum muslimin khususnya.
10. Lalai terhadap dampak buruk akibat israaf.

C. Dampak Buruk Akibat Israaf.
1. Terhadap pribadi aktivis.
a. Timbulnya penyakit fisik.
b. Hati menjadi keras.
c. Kebekuan berfikir.
d. Condong pada kejahatan dan dosa.
e. Tidak mudah menghadapi ujian dan kesulitan.
f. Lenyapnya sifat sosial dan rasa solidaritas.
g. Kelak dia harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah.
h. Mudah terjerumus mencari harta dengan jalan haram.
i. Menjadi saudara setan.
j. Tidak di cintai Allah.

2. Terhadap amal islami.
Adapun pengaruh-pengaruh yang menimpa amal islami antara lain akan menjadi kalah, atau paling tidak surut kebelakang.

D. Kiat Dan Cara Mengatasi Israaf.
1. Memikirkan dampak dan akibat dari sikap israaf.
2. Mengendalikan gejolak nafsu syahwati.
3. Senantiasa menelaah sunnah dan sirah (riwayat hidup) nabi saw.
4. Selalu memperhatikan perjalanan hidup para salafush-shalih umat ini.
5. Memutuskan hubungan dengan orang-orang yang boros dan menjalin hubungan dengan orang-orang yang berjiwa besar.
6. Meningkatkan perhatian terhadap pembinaan pribadi istri dan anak.
7. Senantiasa mengikuti keadaan yang tengah dilewati umat manusia umumnya dan kaum muslimin khususnya.
8. Selalu bertafakkur tentang kematian serta kepedihan dan kengerian yang terjadi setelahnya.
9. Mengingat tabi`at jalan da`wah yang berupa kelelahan, kesakitan yang ada di dalamnya.

KETIGA
ISTI`JAAL

A. Pengertian.
Dari segi bahasa artinya keinginan untuk menyegerakan atau mempercepat apa-apa yang di hajatkan, atau orang yang menginginkan agar permintaanya terlaksana dengan cepat, atau memerintahkan orang lain untuk bersegera dalam suatu masalah.
Sedangkan dari segi istilah, isti`jal artinya keinginan untuk mewujudkan perubahan atas realita yang tengah dialami oleh kaum muslimin dalam tempo yang sesingkat-singkatnya tanpa memperhatikan lingkungan, tanpa memperhatikan akibat, dan tanpa melihat kenyataan, juga tanpa persiapan bagi pendahuluan sistem dan sarana. Dengan kata lain isti`jal merupakan cara-cara dakwah yang menginginkan hasil yang maksimal dengan waktu yang sesingkat mungkin.

B. Isti`Jal Dalam Pandangan Islam
Isti`jal akan merupakan sikap yang terpuji asalkan sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengamatan yang cermat dan seksama terhadap dampak dan akibat yang bakal timbul, analisis yang akurat terhadap situasi dan kondisi yang ada, dan setelah terlebih dahulu menyingkap segala sesuatunya secara akurat, serta memiliki pembekalan dan persiapan yang jitu serta proses tahapan yang benar.
Sikap isti`1jal yang tercela adalah jika hanya didorong oleh keinginan spontanitas serta sama sekali mengabaikan perhitungan yang matang, atau dengan perkataan lain pengambilan keputusan secara cepat, namun dengan cara nekat atau membabi buta.

C. Fenomena Isti`Jal
Ada beberapa fenomena terjadinya isti`jal antara lain :
1. Merekrut orang-orang ke dalam kelompok dakwah sebelum mempertimbangkan kadar kepercayaanya, meneliti kemampuan dan kesanggupan serta kesiapannya.
2. Menaikkan tingkatan atau status mereka (para da`i) ke tingakatan yang lebih tinggi tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan kesempurnaan, kematangan dan kelurusan kepribadiannya.
3. Melaksanakan kegiatan dakwah dengan tidak terarah atau tidak memiliki program dan sasaran yang jelas yang merugikan dakwah itu sendiri.

D. Dampak Buruk Akibat Isti`Jal
1. Mengakibatkan futuur.
2. Menyebabkan pengorbanan yang sia-sia.
3. Menghambat lajunya suatu amal.

E. Faktor-Faktor Penyebab Isti`Jal.
1. Dorongan nafsu emosi.
2. Semangat atau gejolak keimanan yang menggebu.
3. Perubahan zaman.
4. Kenyataan adanya musuh-musuh islam.
5. Tidak mengetahui metode-metode dan strategi yang di terapkan musuh.
6. Tersebarnya kemungkaran tanpa mengetahui cara mengatasinya.
7. Kelemahan memikul beban dan kesulitan perjalanan.
8. Berhasil dalam permulaan atau dengan beberapa cara tanpa menilai akibatnya.
9. Tidak adanya program dan metode yang menyerap potensi dan meredam gejolak yang membara.
10. Mengerjakan suatu amal tanpa memiliki keahlian dan pengalaman.
11. Lalai terhadap kaidah-kaidah sunnatullah dalam alam, jiwa dan syariat.
12. Melupakan hakikat tujuan utama seorang muslim.
13. Melalaikan sunnatullah bersama para penentang dan pendusta.
14. Berteman dengan orang yang isti`jal.

F. Kiat Dan Cara Mengatasi Isti`jal.
1. Menyadari dan mewaspadai bahaya atau dampak buruk dari sikap isti`jal.
2. Senantiasa mengkaji dan merenungkan ayat-ayat al-qur`an.
3. Senantiasa mengkaji sunnah dan sirah nabawiyah.
4. Mengkaji buku-buku biografi atau kisah sejarah perjuangan dakwah para ulama salaf.
5. Berjuang di bawah tuntunan mereka yang memiliki keahlian dan pengalaman.
6. Berjuang dengan sebuah pogram yang jelas, bertahap, terarah, dan komprehensif.
7. Memahami dan mengkaji cara-cara dan strategi yang diterapkan oleh musuh.
8. Jangan terlalu gentar dan takut dalam melihat kekuatan musuh.
9. Senatiasa berupaya melatih memerangi hawa nafsu berlaku tergesa gesa.
10. Senantiasa menyadari bahwa sasaran dan tujuan hidup seorang muslim itu hanya semata-mata mencari keridhoan Allah.

KEEMPAT
`UZLAH ATAU TAFARRUD

A. Pengertian.
Secara bahasa uzlah atau tafarrud berarti menjauhkan sesuatu. Sedangkan menurut istilah adalah tindakan seseorang yang lebih mengutamakan hidup menyendiri dari pada hidup bersama dengan orang lain.

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Uzlah.
1. Salah menafsirkan seruan uzlah.
2. Menjadikan fenomena uzlah yang dilakukan oleh sebagian ulama salaf sebagai sebuah rujukan, tanpa melihat konteks serta alasannya.
3. Menganggap hidup berjama'ah dapat menghilangkan wibawa dan melunturkan kepribadian.
4. Lalai terhadap tanggung jawab hidup berjamaah dan bermasyarakat.
5. Menganggap bergaul dalam masyarakat akan menyibukannya dari konsentrasi beribadah, dan kelalaian memahami arti ibadah yang sebenarnya.
6. Menjadikan alasan meluasnya kebobrokan dan tindak kriminalitas untuk berlaku uzlah.
7. Menjadikan ujian dan kesulitan dalam berdakwah untuk bersikap uzlah.
8. Berteman dengan mereka yang menempuh uzlah.
9. Banyaknya lembaga dakwah dan jama'ah.
10. Lalai akan akibat dan dampak yang ditimbulkan akibat uzlah, baik yang berhubungan dengan pribadi ataupun dengan amal islami secara keseluruhan.

Beberapa kriteria kelompok atau jama'ah yang kebaikannya menyeluruh antara lain :
1. Yang menjadi tujuannnya adalah menerapkan syari'at dan manhaj Allah dimuka bumi (Al-An`am :57)
2. Yang melandaskan setiap ucapan dan perbuatan karena Allah semata.
(Al-An`am :162-163)
3. Yang melepaskan semua bentuk wala` kecuali kepada Allah semata
(Al- Maidah :55)
4. Yang menganut paham yang lurus terhadap islam, tidak ghuluw dan tidak terlalu tafriith (peremeh). (Al-Baqarah :208)
5. Amal yang pertama kali dilakukan harus berorientasi pada pembentukan pribadi muslim yang menghimpun seluruh sikap-sikap baik, dan jauh dari sikap-sikap tercela, serta berusaha untuk memperoleh pertolongan Allah, dukungan dan kemenangan dari Allah. (Ar-Ra`d :11)
6. Yang memilki sifat universal dalam upaya menerapkan nilai-nilai kepribadian muslim, yaitu dengan bentuk penyebaran dan pemerataan pada semua lapisan masyarakat, bahkan seluruh dunia.(Al-Anbiya` :107)
7. Yang senantiasa berupaya mengikat kesatuan pribadi islami dengan bersumberkan satu komando, sehingga menjadi suatu bentuk pola pikir yang satu, hati yang satu, rohani yang satu, dan perasaan yang satu, sekalipun pribadi anggotanya berbeda. (Ali-Imran :103)
8. Yang selalu berpijak di atas tahapan yang benar, teliti dan terbina di atas suatu pengkajian yang kontinyu serta bertolak dari pemahaman yang lurus akan realitanya. (At-Taubah :105)
9. Yang senantiasa memelihara langkah-langkah prioritas dalam beramal.
10. Jama'ah yang tidak boleh meremehkan dan menyepelekan masalah ushuul (prinsip) yang sudah disepakati, disertai dengan sikap toleran terhadap masalah-masalah yang bersifat furuu` yang masih diperselisihkan.
11. Jama'ah yang memiliki suatu manhaj yang jelas langkahnya dan tertentu orientasinya.
12. Jama'ah tersebut harus sudah teruji keteguhan dan kesabaran dalam menempuh kesulitan di atas jalan dakwah yang dilalui. (Muhammad :31)
13. Kelompok tersebut harus telah menempuh perjalanan yang panjang dalam beramal, sehingga ia telah matang dan kaya akan pengalaman di atas jalan yang ditempuhnya.
14. Langkah-langkah yang ditempuhnya perlahan tapi pasti, dan tidak tergesa-gesa dalam mencapai tujuan.(Al-Ahqaaf :35)
15. Didalam jama'ah tersebut harus terdapat orang yang mampu untuk mengarahkan dan membimbing serta mampu melaksanakan setiap amal dan menetapkan masalah sesuai proporsinya.
16. Orang-orang yang menjadi anggotanya harus sepakat pada satu pendapat selama dalam tujuan kebaikan.
17. Jama'ah tersebut memiliki sikap teliti dan selektif dalam memilih para aktifisnya agar perjalanannya dapat bersih dari orang-orang yang menangguhkan suatu amal. (An-Nisaa` :102)
18. Yang menjadi landasannya adalah ittiba`, bukan ibtida`.

C. Dampak Buruk Akibat Uzlah Atau Tafarrud.
1. Terhadap pribadi aktivis.
a. Buta terhadap kadar kemampuan pribadi.
b. Terhalang dari pertolongan orang lain.
c. Terhambatnya kemampuan dan potensi dasar dalam jiwa.
d. Minimnya keahlian dan pengalaman dalam menghadapi kendala.
e. Di landa rasa putus asa dan kecewa.
f. Sedikitnya ganjaran dan pahala dari Allah.
g. Pada akhiranya tidak berdaya menegakkan agama Allah pada diri sendiri.
h. Menjerumuskan diri pada suatu dosa dan kemurkaan Allah.
Rosulullah saw bersabda :"Barang siapa yang tidak taat dan melepaskan diri dari jama'ah, kemudian ia mati, maka ia mati dalam keadaan mati jahiliyah (HR. Muslim)

2. Terhadap amal islami.
a. Mudah dicabik-cabik kemudian di hancurkan atau di tundukkan.
b. Terhalang dari pertolangan dan bantuan Allah.

D. Cara Mengatasi Dan Mencegah Uzlah
1. Memahami secara sempurna mengenai hubungan dan ikatan antar nash syari'ah yang menganjurkan uzlah dan yang menganjurkan berbaur dengan manusia serta malazimkan jama'ah.
2. Memahami kondisi secara mendalam atau sebab-sebab yang mendorong sebagian ulama salaf untuk melakukan uzlah atau tafarrud.
3. Mendalami pengertian akan manhaj islam dalam sikap interaksi antara pribadi dan jamaah.
4. Mengetahui pemahaman yang sholih tentang ibadah.
5. Mengokohkan kendali hawa nafsu dan melakukannya dengan tegas dan keras.
6. Memahami peran yang wajib dilakukan seorang muslim ketika keburukan menyebar dan kerusakan melanda.
7. Berlindung sepenuhnya dan memohon pertolongan kepada Allah.
8. Memutuskan tali persahabatan dengan orang-orang yang menempuh jalan uzlah dan tafarrud, kemudian mempererat hubungan dengan shaf orang-orang yang aktif beramal.
9. Mendalami hakikat beragam perkumpulan atau jama'ah yang menghimpun para aktivis di jalan Allah.
10. Melakukan hakikat manhaj yang ditempuh para rasul dalam membangun daulah islam pertama.
11. Mengetahui konspirasi makar antar kaum kafir dan munafik.
12. Menghayati kehidupan makhluk-makhluk di sekitar kita.
13. Memperhatikan dampak-dampak yang ditimbulkan akibat uzlah.

KELIMA
I`JAAB BIN-NAFSI
(MEMBANGGAKAN DIRI)

A. Pengertian.
Secara bahasa artinya, rasa senang tertarik atau kagum, dan kemegahan kemuliaan dan kebesaran.
Menurut istilah dalam dakwah artinya, rasa senang dan bahagia, baik pada diri pribadi, kata-kata atau perbuatan yang dilakukannya, tanpa memperhitungkan orang lain. Sama saja, baik kesenangan itu karena suatu kebaikan atau keburukan, yang terpuji atau tercela. Jika dalam rasa senangnya itu di sertai sikap mengejek atau merendahkan perbuatan orang lain, maka hal tersebut disebut ghuruur atau sangat ujub. Dan bila rasa senangnya disertai dengan merendahkan pribadi orang lain, maka hal itu dinamakan takabbur atau sangat ujub sekali.

B. Faktor-Faktor Penyebab I`Jaab Bin-nafsi
1. Latar belakang awal kehidupan.
2. Sanjungan dan pujian dihadapannya yang tidak memperhatikan adab islam.
3. Berteman dengan orang yang ujub.
4. Terlena oleh kenikmatan dan melupakan Allah pemberi nikmat.
5. Tampil melaksanakan aktifitas sebelum matang dan sempurna pendidikannya.
6. Lalai atau jahil terhadap hakikat diri.
7. Merasa berasal dari keturunan bangsawan.
8. Terlalu berlebihan dalam memberikan penghormatan.
9. Terlalu berlebihan dalam kepatuhan dan ketaatan.
10. Lalai akan dampak yang timbul akibat membanggakan diri.

C. Dampak Buruk Akibat Membanggakan Diri.
1. Terhadap diri aktifis
a. Terjerat dalam perangkap sikap angkuh, bahkan sombong.
b. Terhalang dari restu Allah.
c. Gugur saat menghadapi ujian atau kesulitan.
d. Dijauhi dan dibenci manusia.
e. Mendapat hukuman dan pembalasan Allah, cepat atau lambat.

2. Terhadap amal islami
a. Lebih mudah dicabik-cabik dan selanjutnya dihancurakan, atau paling tidak, lebih mudah ditundukkan.
b. Menjadikan masyarakat anti pati terhadap harakahnya.

D. Fenomena I`Jaab Bin-Nafsi
1. Menganggap diri suci
2. Sulit menerima nasihat
3. Senang mendengarkan cacat-cacat dan aib orang lain,terutama rekannya sendiri

E. Kiat Dan Cara Mengatasi I`Jaab Bin-nafsi
1. Selalu mengingat hakikat jiwa manusia.
2. Senantiasa mengingat hakikat kehidupan dunia dan akhirat.
3. Senantiasa mengingat luasnya nikmat-nikmat dan karunianya.
4. Mentafakuri datangnya kematian dan penjelasan setelahnya.
5. Senantiasa mengkaji ayat-ayat ilahi serta sunnah-sunnah Rosulullah.
6. Senantiasa menghadiri majelis ilmu.
7. Menjenguk mereka yang tengah menghadapi sakaratul maut serta melakukan ziarah kubur.
8. Orang tua harus menjadi contoh.
9. Memutuskan hubungan dengan orang-orang yang berprilaku ujub.
10. Menerapkan adab-adab islam.
11. Menunda dulu untuk menduduki posisi penting.
12. Senantiasa mencontoh kehidupan para ulama salaf.
13. Berlatih menolaknya.
14. Meminta bantuan orang lain.
15. Senantiasa bermuhasabah sebelum mengerjakan sesuatu.
16. Mengetahui pengaruh dan akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ujub.
17. Memohon pertolongan Allah.
18. Menegaskan tanggung jawab pribadi tanpa melihat faktor keturunan.

KEENAM
GHURUUR

A. Pengertian Ghuruur
Secara bahasa artinya, tipu (memperdaya), baik terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain secara bersamaan, dan sesuatu yang menyebabkan penipuan dan mendorong untuk terjerumus ke dalamnya.
Sedangkan menurut istilah adalah rasa bangga seseorang terhadap dirinya sendiri secara berlebihan, sehingga mengakibatkannya merendahkan dan meremehkan apa-apa yang datang dari orang lain serta merasa dirinya lebih dalam segalanya dibandingkan dengan orang lain.

B. Faktor-Faktor Penyebab Ghuruur.
1. Mengabaikan penyelidikan dan perhitungan terhadap dirinya.
2. Tidak mau menerima nasihat serta bimbingan dari orang lain.
3. Bersikap ekstrem dan berlebih-lebihan dalam menjalani agama.
4. Menganggap diri hebat karena berhasil menguasai ilmu yang canggih.
5. Menganggap diri sebagai manusia yang suci atau tidak memiliki dosa.
6. Cenderung kepada dunia.
7. Menyaksikan prilaku orang-orang yang dijadikan teladan melakukan perbuatan yang semestinya tidak dilakukan.
8. Akibat sifat berlebihan dalam menyembunyikan amal perbuatan.
9. Orang yang menjadi panutan berbuat tidak adil terhadap oarng-orang yang meneladaninya.

C. Dampak Buruk Akibat Ghuruur
1 Terhadap diri aktifis
a. Terteperangkap dalam jaring pertengkaran dan jerat perdebatan.
b. Terjerumus ke dalam jurang takabbur.
c. Keras kepala dengan pendapatnya sendiri.

2. Terhadap amal islami
a. Mudah dipecah belah oleh musuh-musuh Allah.
b. Masyarakat akan bersikap apriori dan anti pati.

D. Fenomena Ghuruur.
1. Selalu menjelekkan dan menghina perbuatan orang lain meskipun baik.
2. Banyak membicarakan amal-amal pribadinya, memujinya, dan mengangkat kedudukannya.
3. Sukar ditundukkan (keras kepala) kepada kebenaran, sekalipun datang dari sumber yang memang ahli dalam hal tersebut.

E. Cara Dan Kiat Mengatasi Ghuruur
1. Mencermati akibat dan dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh sikap ghuruur.
2. Senantiasa bersikap pertengahan dan seimbang.
3. Mengingat bahwa amal bukan merupakan jaminan keselamatan.
4. Senantiasa menela`ah al-qur`an dan sunnah nabi saw.
5. Membaca dan mengkaji sirah dan kisah-kisah para salaful ummah.
6. Menghindarkan diri dari hal-hal yang kompleks.
7. Memutuskan hubungan persahabatan dengan orang yang memiliki sikap ghuruur.
8. Senantiasa melakukan instropeksi diri atau mawas diri.
9. Meminta bantuan dan bimbingan dari orang lain.
10. Menunda dulu tidak menduduki jabatan penting.
11. Menerapkan adab islam dalam hal memuji dan menghormati orang.
12. Memperlihatkan amal shalih.
13. Bersikap adil dalam bergaul dengan para panutan dan para teladan.
14. Memohon pertolongan dan perlindungan Allah.

KETUJUH
TAKABBUR

A. Pengerian.
Takabbur berarti sombong, atau berusaha menampakkan keagungan pribadi. Sedangkan menurut istilah, takabbur ialah sikap seorang aktifis yang terlalu membanggakan diri yang berakibat dirinya selalu menghina atau meremehkan diri dan pribadi orang lain serta tidak pantas untuk menerima kebenaran dari mereka.

B. Perbedaan Antara Takabbur Dan 'Izzah
Takabbur merupakan sikap sombong dalam kebatilan, sedangkan izzah merupakan sikap bangga dalam kebenaran.

C. Faktor-Faktor Penyebab Takabbur
Pada dasarnya faktor penyebab dan pendorongnya hampir sama dengan faktor penyebab dan pendorong sikap ujub dan ghuruur. Diantara tambahannya adalah :
1. Akibat sikap tawadhu` yang berlebihan oleh orang lain.
2. Menggunakan parameter yang salah dalam menilai kebenaran dan keutamaan pada manusia.
3. Terlalu membanding-bandingkan nikmat yang diperolehnya dengan nikmat orang lain.
4. Mengira bahwa nikmat itu kekal dan tidak akan lenyap.
5. Merasa diri lebih berjasa atau lebih banyak memiliki keutamaan dibandingkan orang lain.
6. Lalai terhadap dampak buruk akibat berlaku takabbur.

D. Fenomena Takabbur.
1. Bersikap angkuh ketika berjalan, seperti mendongakkan kepala atau memalingkan muka (pura-pura tidak melihat) oranglain.
2. Berbuat kerusakan ketika memiliki kesempatan, menolak nasihat, dan berpaling dari kebenaran.
3. Bicaranya (gaya dan isinya ) dibuat-buat.
4. Memanjangkan (menjulurkan) kain sarung atau pakaiannya dengan niat sombong dan takabbur.
5. Lebih suka jika orang lain mendekati dia dan bukan sebaliknya, atau orang lain berdiri jika menyambut kedatangannya, atau ketika dia melewati mereka.
6. Senang tampil mendahului orang lain saat berjalan atau dalam majlis atau ketika berbicara dan lain-lain.

E. Dampak Takabbur
1. Terhadap pribadi aktifis
a. Tidak dapat menilai dan mengambil suatu pelajaran.
b. Timbulnya kegelisahan dan keresahan jiwa.
c. Konsisten dengan aib dan kekurangan.

2. Terhadap amal islami
a. Sedikitnya para pendukung dan timbulnya perpecahan dan cerai berai.
b. Terhalang dari pertolongan dan dukungan dari Allah.

F. Kiat Dan Cara Mengatasi Takabbur
1. Kita harus senantiasa mewaspadai akibat-akibat buruk yang dapat ditimbulkan oleh sikap takabbur.
2. Membiasakan diri mengunjungi orang sakit, melihat orang yang sekarat, tertimpa bencana, ikut serta mengiringi jenazah, dan berziarah kubur.
3. Memutuskan hubungan persahabatan dengan para mutakabbirin.
4. Duduk bersama kaum dhuafa, fakir miskin, dan orang-orang yang cacat, dan makan minum bersama mereka.
5. Senantiasa memikirkan karunia dan nikmat Allah yang telah dilimpahkan, baik terhadap diri kita maupun terhadap alam raya.
6. Senantiasa mengambil dan mengkaji ibrah dari kisah-kisah hidup manusia yang pernah berlaku sombong di dunia ini, seperti Namrud dll.
7. Menghadiri majlis-majlis ilmu.
8. Senantiasa berusaha melakukan sendiri setiap pekerjaan yang sekiranya kita sendiri mampu melakukannya, meskipun kita mempunyai pembantu.
9. Jika kita pernah berlaku sombong kepada seseorang, kita harus segera meminta maaf kepadanya.
10. Menampakkan nikmat dan anugrah kepada orang yang sombong.
11. Senantiasa mengingat dan menghayati bahwa ukuran kemuliaan seseorang dalam pandangan Allah bukanlah dari penampilannya, melainkan dari ketakwaannya.
12. Melatih diri untuk selalu berada dalam ketaatan kepada aturan-aturan Allah.
13. Membiasakan diri melakukan muhasabah sebelum melakukan pekerjaan.
14. Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong orang yang memohon kepadanya dan akan mengabulkan doa orang yang dalam kesulitan jika ia mohon kepadanya (An-Naml :62)

KEDELAPAN
RIYA` DAN SUM`AH

A. Pengertian
Riya` adalah menampakkan amal sholih agar dilihat oleh manusia. Sum`ah adalah menampakkan amal seseorang kepada manusia yang semula tidak mengetahuinya.
Secara istilah makna sum`ah dan riya` adalah sikap seorang muslim yang menampakkan amal sholihnya kepada manusia lain agar dirinya mendapat kedudukan dan penghargaan dari mereka atau mengharap harta benda mereka. Allah berfirman yang artinya :
"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia (al baqarah :264).

B. Faktor-Faktor Penyebab Riya' Dan Sum`ah
1. Latar belakang kehidupan.
2. Persahabatan yang buruk.
3. Tidak memiliki hakekat ma`rifat kepada Allah.
4. Ambisi memperoleh kedudukan dan kepemimpinan.
5. Tamak tehadap yang dimiliki orang lain.
6. Suka dipuji atau senang disanjung orang lain.
7. Terlalu ketat dalam memberikan penilaian.
8. Terlalu dikagumi orang lain.
9. Takut menjadi bahan omongan orang lain.
10. Lalai terhadap dampak buruk riya` dan sum`ah.

C. Fenomena Atau Tanda-Tanda Riya' Dan Sum`ah
1. Giat bekerja dan melipat gandakan tenaganya jika mendapat pujian atau sanjungan, dan malas atau cenderung mengurangi amal jika mendapat celaan dan kecaman.
2. Menjauhi larangan-larangan Allah jika bersama manusia, dan melanggar larangan-larangannya jika ia seorang diri dan jauh dari penglihatan manusia.

D. Dampak-Dampak Buruk Akibat Riya' Dan Sum`ah
1. Terhadap diri aktifis.
a. Terhalang dari petunjuk dan petolongan ilahi.
b. Menderita kesempitan dan ditimpa rasa gelisah.
c. Tercabutnya kewibawaan dari hati orang-orang.
d. Ditolak oleh manusia dan tidak ada pengauh dirinya dihadapan manusia.
e. Tidak tekun dalam bekerja.
f. Aibnya akan terbongkar, baik di dunia ataupun di akhirat kelak.
g. Terjerumus dalam jurang membanggakan diri, kemudian ghuruur, kemudian takabbur.
h. Batal amalnya.
i. Mendapat azab yang pedih di akhirat.

2. Terhadap amal islami
Yaitu akan semakin bertambah panjangnya jalan perjuangan dakwah dan menambah beban

E. Kiat Dan Cara Mengatasi Riya' Dan Sum`ah
1. Mengingat dan merenungi akibat-akibat yang akan dialami lantaran riya' dan sum`ah baik di dunia dan di akhirat.
2. Memutuskan persahabatan dengan orang yang berprilaku riya' dan sum`ah, kemudian bergabung dengan orang yang berperilaku ikhlas dan shiddiq.
3. Ma`rifatullah dengan sebenar-benarnya.
4. Mengendalikan diri atau mengendalikan nafsu.
5. Bersikap lemah lembut jika menjadi seorang pemimpin dalam melakukan penilaian terhadap bawahan.
6. Komitmen dengan adab-adab islami dalam pergaulan.
7. Memperhatikan rangkaian kisah dan nasib orang-orang yang bersikap riya' dan sum`ah.
8. Meneliti dan mengkaji nash-nash syari'at yang mendorong perbuatan ikhlas, serta mawaspadai riya.
9. Memulai langkah dengan introspeksi jiwa agar dapat mendeteksi penyakit atau aib yang ada pada dirinya kemudian melepaskan diri dari aib tersebut.
10. Kembali sepenuhnya pada Allah dan selalu memohon petolongannya.
11. Menyadari bahwa segala sesuatu berjalan di atas ketentuan qadha dan qodar.

KESEMBILAN
ITTIBAA`UL HAWA

A. Pengertian
Kata al-hawa mengandung beberapa arti :
1. Kecenderungan jiwa kepada sesuatu yang disukai.
2. Keinginan jiwa terhadap apa-apa yang disenangi.
3. Rasa cinta seseorang kepada sesuatu yang menguasai hatinya.
4. Kecintaan yang sangat mendalam terhadap sesuatu, dan melekatnya perasaan itu di dalam hati.
Secara bahasa ittiba`ul hawa artinya berjalan menuruti kehendak atau kesukaan hati, atau mengikuti rasa cinta yang sangat dalam yang bersemayam dalam jiwa.
Sedangkan menurut istilah adalah sikap mengekor terhadap apa-apa yang diinginkan dan disukai hati atau sikap cenderung untuk mengikuti penilaian hati tanpa pertimbangan logika, atau tanpa merujuk pada tuntunan syariat dan mempertimbangkan akibatnya

B. Hakikat Ittiba`ul Hawa Dalam Pandangan Islam
Dalam pandangan islam sifat ittaba`ul hawa dapat baik dan dapat pula tecela. Sifat tersebut dapat berarti tercela jika digandengkan dengan perbuatan atau sifat-sifat buruk.
Allah berfirman :"Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.(An-Nisaa` :153)
Sedangkan ittiba`ul hawa yang terpuji adalah yang sesuai dengan syariat, manhaj serta petunjuknya, sebagaimana sabda Rasul :Tidak akan sempurna iman seorang mukmin sehingga kehendak hatinya menuruti apa yang telah aku bawa.

C. Faktor-Faktor Penyebab Ittiba`ul Hawa
1. Tidak terbiasa mengendalikan hawa nafsu sejak kecil.
2. Bergaul dan berteman dengan para pengumbar nafsu.
3. Lemah dalam mengenal kepada Allah dan akhirat.
4. Akibat tidak ada orang yang mau memberikan peringatan.
5. Akibat terlalu cinta kepada kehidupan dunia dan melupakan akhirat.
6. Tidak mengetahui akibat buruk dari sikap ittiba`ul hawa.

D. Dampak Buruk Akibat Ittiba`ul Hawa
1. Terhadap pribadi aktifis
a. Berkurangnya dan terhapusnya ketaatan diri kepada ilahi.
b. Berkembangnya aneka penyakit hati, keras dan mati.
c. Menganggap remeh terhadap perbuatan dosa dan maksiat.
d. Nasihat dan petunjuk tidak bermanfaat baginya.
e. Terdorong melakukan bid`ah dalam agama Allah.
f. Tidak memperoleh petunjuk jalan yang lurus.
g. Menyesatkan orang lain dari jalan Allah.
h. Kelak akan digiring ke dalam neraka jahim.

2. Terhadap amal islami
a. Kurangnya pendukung terhadap amal islami yang tengah dilakukan.
b. Terpecahnya persatuan dan kesatuan barisan.
c. Terhalang pertolongan dan dukungan Allah.

E. Kiat Dan Cara Mengatasi Ittiba`ul Hawa
1. Senantiasa mengingat dampak-dampak buruk yang dapat terjadi karena mengikuti hawa nafsu, baik terhadap pribadi aktifis ataupun terhadap amal islami.
2. Memutuskan persahabatan dengan pengumbar nafsu, kemudian menggabungkan diri bersama para ahli kebaikan secara istiqamah.
3. Mengenal Allah dengan penuh makrifat agar mencintai dan mengagungkan-Nya.
4. Memberikan nasihat terhadap para ashaabul hawa.
5. Mengambil hikmah dari keadaan serta nasib mereka yang telah menjadi korban karena mengikuti ambisi nafsu, baik yang berasal dari umat islam ataupun umat yang lain.
6. Mempelajari dan menelaah kisah-kisah para sholihin.
7. Mewaspadai kehidupan dunia.
8. Memohon pertolongan Allah.
9. Berusaha melawan hawa nafsu.
10. Meyakini bahwa kebahagiaan, ketentraman, ketenangan dan kemenangan itu hanya dapat diraih dengan mengikuti syari'atnya dan bukan dengan sikap mengekor ambisi dan kesukaan hati.

KESEPULUH
AT TATHALLU` ILSH-SHADAARAH
WA THALABUR-RIYAADA

A. Pengertian
Secara bahasa artinya ambisi untuk lebih dahulu menjadi ketua atas orang lain dan memohon kedudukan tersebut secara terang-terangan.
Sedangkan menurut istilah adalah keterpautan hati untuk menduduki jabatan ketua atau pemimpin serta berusaha mencalonkan dirinya secara terang-terangan ataupun dengan sebuah ancaman dia akan berhenti dari harakah atau tidak lagi akan melaksanakan suatu kewajiban dan menunaikan tuntutan risalah jika dirinya tidak diberi jabatan yang diinginkannya tersebut.

B. Hakikat At-tathallu` Ilash-Shadaarah Wa Thalaabur-Riyaadah Dalam Perspektif Islam
Rosulullah saw bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah :
Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan kepemimpinan, karena jika kamu diberi jabatan itu lewat permintaan maka kamu akan diserahkan sepenuhnya kepada jabatan itu. Akan tetapi jika kamu diserahi jabatan tanpa kamu memintanya maka kamu akan ditolong oleh Allah dalam melaksanakannya (HR Bukhori dan Muslim)

C. Faktor Faktor Penyebab Ambisi Terhadap Kepemimpinan Dan Jabatan
1. Keinginan agar bebas dari kekuasaan orang lain.
2. Ambisi untuk memperoleh kekayaan duniawi.
3. Tidak memahami beratnya tanggung jawab menjadi seorang pemimpin dan pejabat.
4. Tidak menyadari resiko yang akan dihadapi akibat melalaikan amanat kepemimpinan dan jabatan.
5. Ambisi untuk dapat berkuasa dan merendahkan orang lain.

D. Dampak Buruk Akibat Ambisi Terhadap Kekuasaan Dan Jabatan
1. Terhadap diri aktivis
a. Terhalang dari taufiq dan pertolongan Allah.
b. Menjerumuskan diri sendiri ke dalam fitnah, kemudian murka Allah.
c. Berlipat gandanya dosa dan tanggungan.
d. Terjadinya peperangan dan pengusiran atau eksodus.

2. Terhadap amal islami
Salah satu dampak buruknya adalah semakin beratnya beban dan bertambah panjangnya perjalanan dakwah yang dilakukan, karena suatu amal islami tidak mungkin berjalan dengan baik jika para pemimpinnya bersikap ambisius atau ingin selalu menjadi pemimpin, sehingga amal islami akan mudah dilanda kegagalan dan terhalang dari pertolongan Allah.

E. Kiat Dan Cara Mengatasinya
1. Senatiasa mengkaji sunnah nabawiyah.
2. Selalu mengingat beban yang harus dipikul oleh seorang pemimpin, baik di dunia atau di akhirat.
3. Membiasakan diri bersikap taat dan berlatih meredam keinginan jiwa sejak kecil.
4. Bersikap lemah lembut dalam bergaul.
5. Mengingat perjalanan hidup para salafush shalih dan sikap mereka terhadap kekuasaan dan jabatan.
6. Merenungi kedudukan dunia dari akhirat, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-quran dan dituturkan oleh Rosulullah saw. (An-Nisaa` :77)

KESEBELAS
DHIIQUL-UFUUQ
AW QASHRUN-NAZHAR
(SEMPIT WAWASAN
ATAU KURANG CERMAT)

A. Pengertian
Secara bahasa artinya fenomena pelemahan atau pengecilan suatu sudut pemikiran atau penelitian.
Secara istilah artinya kelemahan atau kekacauan berpikir yang mengakibatkan sikap membatasi orientasi pemikiran atau penilaian dalam skup yang sempit.

B. Fator-Faktor Penyebabnya
1. Latar belakang kehidupan.
2. Akibat berteman dengan orang yang berpikiran sempit dan berpandangan picik.
3. Uzlah atau menyendiri.
4. Kurang memahami peran serta misi manusia di bumi ini.
5. Akibat tidak memahami hakikat serta kandungan syari'at islam.
6. Tidak memahami realitas musuh-musuh islam dan metode yang mereka tempuh.
7. Akibat sikap ujub, ghuruur dan takabbur.
8. Lalai terhadap dampak buruk akibat sempitnya wawasan dan piciknya pandangan.
9. Kebodohan tentang kisah dan kasus yang pernah terjadi.
10. Lemahnya hubungan dengan Allah.

C. Fenomena Sempitnya Wawasan Dan Piciknya Pandangan
1. Bersikap apriori (anti pati) terhadap metode dakwah yang dianut oleh harakah islamiyah saat ini dan memvonis bahwa manhaj yang di tempuh itu kuno.
2. Mereka hanya mengkonsentrasikan diri pada bidang-bidang yang sangat terbatas atau yang menurut mereka mudah-mudah saja, misalnya hanya membangun masjid saja.
3. Mereka bersikap keras kepala dan reaksioner ketika menghadapi orang yang kebetulan berbeda pendapat dengannya dalam melaksanakan amaliyah sunnah atau yang lainnya.
4. Dalam mengatasi problema munculnya kemaksiatan, menurut mereka tidak ada jalan lain kecuali harus menghancurkannya atau membakarnya tanpa meminta bantuan penguasa.
5. Mereka senantiasa bertindak isti`jal dalam melihat hasil atau memetik hasil sebelum waktunya.

D. Dampak Buruk Akibat Sempitnya Wawasan Dan Piciknya Pandangan
1. Terhadap diri pribadi aktifis
a. Usahanya akan sia-sia.
b. Putus asa dan frustasi.
c. Tidak mendapat dukungan dari masyarakat.
d. Terhalang dari pertolongan Allah.

2. Terhadap amal islami
a. Pelecehan.
b. Penyitaan dan pembubaran.
c. Amal islami akan mudah dilumpuhkan.

E. Kiat Dan Cara Mengatasinya
1. Sejak kecil dibiasakan memikul tanggung jawab agar berpengalaman dan mampu mengembangkan bakat dan potensi kepandaiannya.
2. Menjauhkan diri dari orang-orang yang sempit wawasannya dan picik pandangannya.
3. Memahami secara mendalam risalah yang dibebankan atas manusia dan perannya sebagai pengemban risalah tersebut.
4. Memahami secara mendalam hakikat dan kandungan agama islam, langkah-langkah yang harus ditempuhnya, serta upaya pengokohan kekuasaannya dimuka bumi ini.
5. Memahami sepenuhnya situasi dan kondisi musuh-musuh islam dan metode yang mereka tempuh dalam menjalankan tipu daya mereka.
6. Mempelajari dan mengikuti sirah Rasulullah dan berusaha meneladaninya.
7. Mempererat hubungan Allah dengan meninggalkan segala maksiat dan dosa baik yang kecil ataupun yang besar.
8. Senantiasa mengkaji pengalaman-pengalaman dan keahlian-keahlian orang-orang terdahulu.

KEDUA BELAS
DHA`F AW TALAASYII AL-ILTIZAAM
(KELAMAHAN DAN HILANGNYA KOMITMEN)

A. Pengertian
Secara bahasa artinya, sikap lalai atau sama sekali tidak berpegang teguh dan melekatkan diri dengan sesuatu yang pernah dia ikrarkan. Atau lalai atau tidak menunaikan sesuatu sama sekali terhadap kewajiban yang harus dibebankan kepada diri sendiri.
Sedangkan menurut istilah sikap lalai atau tidak melakukan hal-hal yang telah diucapkan sendiri oleh seorang muslim, atau sikap pengingkaran dalam mengaplikasikan ikrar keridhaannya terhadap Allah sebagai rabb, islam sebagai agamanya , serta nabi Muhammad sebagai rasulnya.

B. Fenomena Kelamahan Dan Hilangnya Komitmen
1. Ucapan dan janjinya tidak dapat dipercaya.
2. Selalu mengekspos sesuatu hal tanpa didukung oleh kejelasan dan keakuratan sumbernya.
3. Berlaku fujuur atau curang dalam permusuhan atau pertikaian.
4. Memberi tanggapan terhadap isu-isu atau berita hasutan.
5. Tidak taat atau tunduk kecuali terhadap sesuatu yang disukainya.
6. Dalam lingkungan keluaraga (anak dan istri) tidak berusaha sampai ketingkat yang diharapkan.
7. Tidak menjaga adab dan prilaku yang baik di dalam masyarakat.
8. Tidak berkorban dengan jiwa atau harta atau kedua-duanya.
9. Bersungguh-sungguh terhadap hal-hal yang tidak perlu dihadapi dengan serius.
10. Tidak teguh dalam menghadapi kerakusan dan tuntutan keduniaan, musibah ujian dan cobaan.
11. Menghancurkan hak-hak ukhuwwah.
12. Senantiasa ikut campur terhadap masalah yang bukan urusannya.
13. Mengabaikan penjernihan kalbu dan penyujian jiwa.

C. Faktor-Faktor Penyebab Kelemahan Dan Hilangnya Komitmen
1. Ketidak pahaman terhadap kadar cakupan dan dimensi sikap iltizam.
2. Berteman dengan orang yang lemah dalam iltizam.
3. Turunnya derajat keimanan seorang muslim.
4. Terlalu mencintai kenikmatan kehidupan duniawi.
5. Banyaknya ujian dan kesulitan dalam menghadapi medan dakwah, baik yang berasal dari dalam ataupun dari luar.
6. Banyaknya beban disertai dengan panjangnya jalannya dakwah yang harus di tempuh.
7. Akibat kecintaan dan kesayangan kedua orang tua, maka masa kini banyak orang tua yang khawatir dan takut jika putra putrinya beriltizam terhadap dakwah islam.
8. Kebiasaan menghadapi hal-hal yang tidak jelas atau syubhat.
9. Tidak adanya pantauan dari orang lain.
10. Kelalaian seseorang terhadap dampak-dampak buruk yang dapat ditimbulkannya

D. Dampak Buruk Akibat Kelemahan Dan Hilangnya Komitmen
1. Terhadap diri aktifis
a. Sirnanya nilai-nilai ibadah yang hakiki.
b. Hilangnya kepercayaan manusia.
c. Kegelisahan dan keresahan batin.
d. Tidak memperoleh pahala tapi dosa.

2. Terhadap amal islami
a. Akan sulit berkembang dengan baik kecuali setelah menempuh waktu yang lama dan pengorbanan yang besar.
b. Karena hilangnya kepercayaan masyarakat maka sulit memperoleh dukungan masyarakat.
c. Memberikan kesempatan kepada musuh-musuh Allah untuk mencemarkan amal islami kemudian melumpuhkannya dan menghancurkannya.
d. Tidak mendapat bantuan dan pertolongan Allah.

E. Kiat Dan Cara Mengatasinya
1. Senantiasa meningkatkan kualitas iltizam, baik secara akal ataupun hati.
2. Menjalin hubungan dengan orang-orang yang memiliki sikap iltizam dan berusha meneladaninya.
3. Senantiasa memelihara, memperkuat, dan memperbaharui iman di dalam jiwa.
4. Memahami secara mendalam terhadap hakikat kehidupan dunia dan akhirat.
5. Menyadari bahwa jalan hijrah kepada agama dan tuntutan Allah merupakan jalan yang sukar dan penuh kesulitan.
6. Senantiasa memasang sinyal waspada terhadap tipu daya dan bisikan setan.
7. Berupaya melaksanakan kewajiban semampunya, sehingga tidak melemah dan tidak mudah menyerah dalam meniti rel perjuangan bersama para aktifis dan para mujahidin.
8. Memperhatikan sisi-sisi perjalanan para manusia yang terkenal dengan kedalaman dan kesempurnaan iltizamnya, serta menelaahnya.
9. Selalu bersama jamaah dan tidak menjauhi mereka walaupun dalam tempo yang singkat.
10. Memohon pertolongan kepada Allah.
11. Melakukan introspeksi diri.
12. Menjalin hubungan yang lebih baik dengan kedua orang tua, diiringi dengan mengarahkan pandangan kepada keduanya dengan penuh adab dan lemah lembut.
13. Senantiasa mengingat akan bahaya dari hilangnya komitmen dan akibatnya.
14. Senantiasa berinteraksi dengan al-qur'an.
15. Bersegera memanfaatkan ragam nikmat yang diperoleh.
16. Selalu mengkaji sunnah dan riwayat hidup Rosulullah saw.

KETIGA BELAS
`ADAMUT-TATSABBUT
AW AT-TABAYYUN
(TIDAK TELITI DAN TIDAK JELAS)

A. Pengertian.
Secara bahasa artinya sikap tergesa-gesa atau sembrono dalam menilai sesuatu tanpa didahului oleh upaya mencari informasi yang benar dan tanpa meneliti dan memeriksa kebenarannya.
Sedangkan menurut istilah adalah sikap terburu-buru atau sembrono, tidak seksama dan tidak teliti dalam memberi gambaran atau penilaian terhadap apa saja yang terjadi pada kaum muslimin atau manusia secara keseluruhan dan terhadap jalan penerimaan informasi tentang gambaran atau penilaian tersebut, tanpa pemahaman yang benar atau penelitian yang seksama terhadap kenyataan dan kondisi serta kehancuran yang melingkupinya.

B. Faktor Faktor Penyebab Tidak Cermat Dan Tidak Jelas
1. Latar belakang kehidupan.
2. Persahabatan yang kosong dari akhlak islami.
3. Lalai atau lupa.
4. Tertipu oleh perkataan yang muluk.
5. Tidak mengerti metode dan jalan ketelitian atau kejelasan, diantara metodenya adalah:
a. Mengembalikan permasalahan kepada Allah, rosul dan orang-orang yang cerdik pandai.
b. Bertanya atau berdiskusi dengan orang yang menjadi obyek dalam masalah tersebut.
c. Memusatkan perhatian dengan baik, merujuk kembali permasalahan jika ternyata belum jelas.
d. Mengambil pengalaman dan perhatian selama menjalin kehidupan dan pergaulan.
e. Mempertemukan dua pihak yang bertikai bila menghukumi atau mengadili.
f. Mendengarkan secara langsung dari orang yang menjadi objek lebih dari satu kali.
6. Semangat atau fanatisme keislaman yang mendidih.
7. Tidak terpikat oleh harta benda duniawi yang fana.
8. Lalai terhadap akibat dan dampak buruk akibat sikap tidak teliti dan tidak cermat.

C. Fenomena Ketidak Telitian Dan Ketidak Jelasan
1. Sikap bermusuhan dengan para aktifis dan organisasi dakwah dengan tidak didahului oleh pergaulan secara lebih dekat dengan para aktifis atau lembaga tersebut.
2. Hanya untuk memperhatikan sisi penampilan atau bentuk seperti jenggot.
3. Tidak menerima alasan atau udzur dan tidak mau mendengarkan argumentasi dan pendapat orang lain.
4. Segera memberi komentar dan melontarkan pendapat walau dirinya hanya mendengar atau mendapatkan informasi dari orang lain.
5. Segera melaksanakan suatu aktifitas hanya karena ada suatu tanggung jawab ,tanpa lebih dahulu memeriksa dan meliput secara seksama terhadap kondisi dan kerancuan yang ada pada tugas tersebut.

D. Dampak Buruk Akibat Sikap Tidak Teliti Dan Tidak Jelas
1. Terhadap diri aktifis
a. Tuduhan palsu dan keji terhadap orang yang tidak bersalah.
b. Terjadi pertumpahan darah dan hilangnya harata benda.
c. Kerugian dan penyesalan.
d. Hilangnya kepercayaan manusia, disertai sikap menjauh dan rasa kebencian.
e. Mendapatkan kemurkaan Allah.

2. Terhadap amal islami
a. Rusaknya barisan.
b. Kelumpuhan atau berlambat-lambat dalam beramal.
c. Terbukanya kesempatan intervensi unsur asing di dalam barisan.
d. Tidak mendapatkan simpati dari umat.
e. Menjadikan khayalan sebagai landasan bergerak, bukan realita.
f. Terhalang dari pertolongan serta dukungan dari Allah.

E. Kiat Dan Cara Mengatasi Kecerobohan Dan Ketidak Telitian
1. Memperkuat ketaqwaan dan rasa dipantau oleh Allah.
2. Merenungi jika tiba saatnya harus berhadapan dengan Allah untuk menerima pertanyaan dan mendapatkan balasannya.
3. Menggeluti Al-qur`an dan as-sunnah melalui pengkajian terhadap nash-nash yang berkaitan dengan masalah ketelitian dan kecermatan.
4. Senantiasa memperhatikan sisi-sisi kehidupan para salafush-shalih yang penuh dengan contoh sikap ketelitian, dan menjadikannya pedoman di hadapan kita.
5. Memetik pelajaran dari bermacam-macam peristiwa atau kasus.
6. Diberi peringatan dengan ketentuan, petunjuk serta cara-cara yang dapat ditempuh guna mencapai ketelitaian, sebab manusia bersifat lupa dan harus diingatkan.
7. Senantiasa mempehitungkan akibat atau ekses yang timbul akibat meninggalkan ketelitian dan penyelidikan baik di dunia atau di akhirat kelak.
8. Menjalin hubungan atau pergaulan dengan orang yang bersikap teliti.
9. Mengambil hikmah dari pergaulan.
10. Berupaya memanfaatkan cara-cara yang digunakan oleh kebanyakan orang untuk kepentingan ketelitian dan penyelidikan selama tidak melanggar aturan islam.
11. Membayangkan seandainya dia menjadi korban dari sikap tidak teliti dan cermat.
12. Membiasakan diri berprasangka baik terhadap kaum muslimin, kecuali jika mereka melakukan sesuatu yang mengharuskan sikap sebaliknya
(An-Nuur 12)

KEEMPAT BELAS
AT-TAFRITH FI `AMALIL-YAUMI
WAL-LAILATI
(MENYIA NYIAKAN AMALAN
SIANG DAN MALAM)

A. Pengertian
Secara bahasa artinya sikap lalai atau sikap menelantarkan tugas dan kewajiban yang seharusnya dipelihara dan dijaga rutinitasnya, baik dalam masalah dunia ataupun akhirat.
Sedangkan menurut istilah adalah sikap lalai atau menyia-nyiakan kewajiban beribadah yang seharusnya dipelihara dan dijaga kesinambungannya oleh seorang muslim, contohnya meninggalkan sholat.

B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkannya
1. Akibat selalu berlumur dalam kemaksiatan.
2. Memuaskan diri terhadap hal-hal yang mubah.
3. Tidak menghargai anugrah nikmat yang ada dan tidak tahu cara melestarikannya.
4. Akibat melalaikan amaliyah wajib harian.
5. Akibat tidak memiliki persepsi yang benar terhadap pahala memelihara kesinambungan amaliyah harian.
6. Melupakan adanya kematian dan dahsyatnya malapetaka sesudahnya.
7. Menganggap diri telah mencapai derajat kesempurnaan.
8. Akibat terlalu banyak menanggung beban dan kewajiban-kewajiban.
9. Akibat menunda-nunda pekerjaan.
10. Akibat menyaksikan manusia yang dijadikan uswah (teladan) bersikap tafriith.

C. Dampak Buruk Akibatnya
1. Terhadap pribadi aktifis
a. Kegelisahan dan keresahan hati.
b. Berhenti melaksakan kewajiban atau bersikap lemah atau lumpuh.
c. Berani melakukan maksiat.
d. Menimbulkan kelemahan fisik.
e. Terhalang dari bantuan dan pertolongan Allah.
f. Hilangnya wibawa dan pengaruh terhadap manusia.

2. Terhadap amal islami
a. Panjangnya perjalanan dakwah dan makin banyaknya beban kewajiban.
b. Tidak mampu tegar dan teguh tatkala mengalami ujian kesulitan.

D. Kiat Dan Cara Mengatasinya
1. Mengakrabi kehidupan dengan al-qur'an dan as-sunnah.
2. Membebaskan diri dari semua bentuk kemaksiatan, termasuk dosa kecil.
3. Tidak memuaskan diri secara berlebihan dalam melakukan hal-hal yang mubah, terutama dalam makan dan minum.
4. Menghayati peranan sikap pemeliharaan ketaatan itu merupakan penentu kesuksesan dalam beramal dan sebagai suplai tenaga dalam memikul beban dan kewajiban.
5. Menghargai kenikmatan yang diterima dan menyadari bahwa sesungguhnya itu tidak dapat kekal kecuali dengan memelihara ketaatan kepadanya.
6. Berupaya memvariasikan atau mengimbangi sikap memelihara amal ibadah harian dengan melaksanakan berbagai kewajiban yang lain.
7. Membiasakan diri melakukan pengendalian diri.
8. Mewasapadai dampak-dampak buruk akibat sikap tafriith.
9. Selalu menyertai jamaah dan hidup ditengah orang-orang yang shalih, istiqamah, dan orang yang senantiasa mengingat Allah serta mengasah ketajaman semangat dan tekadnya.
10. Memohon pertolongan yang sempurna kepada Allah.
11. Mendalami pengertian bahwa dunia adalah tempat menanam dan bekerja, sedangkan hari esok adalah panen dan mengetahui hasilnya.
12. Para panutan dan teladan harus senantiasa konsisten dalam memelihara tugas kewajiban siang dan malam.
13. Mengenal sirah perjalanan hidup nabi.
14. Senantiasa meneliti sisi-sisi perjalanan hidup para salafush-shalih.
15. Senantiasa mengingat dosa-dosa dan kesalahan yang telah lalu.
16. Mengingat bahwa kematian itu datang secara mendadak.

KELIMA BELAS
SU`UZHAN (BURUK SANGKA)

A. Pengertian
Su`uzhan artinya, perkiraan atau lintasan yang berubah menjadi penyifatan terhadap orang lain dengan segala keburukan yang menimbulkan kedukaan pada orang itu tanpa disertai bukti dan alasan.

B. Dampak Su`uzhan Dan Kedudukannya Dalam Islam
1. Berpangku tangan terhadap pembelaan agama Allah, baik dalam hal yang menyangkut orang lain serta dirinya atau juga orang lain serta dirinya sekaligus.
2. Berkubang dalam berbagai kemaksiatan dan keburukan dengan dalih bahwa Allah tidak melihat dan tidak mengetahuinya.
3. Menanti binasanya kaum mukmin dan tecabutnya mereka dari akarnya dihadapan musuh karena musuh itu lebih maju dan lebih mahir.
4. Berharap dan merasa cemas kepada makhluk dengan anggapan bahwa makhluk tersebut dapat memberi atau menolak, dapat memberi manfaat atau madharat.
5. Menyepelekan suatu amal dari aneka amal kebajikan yang sudah dikenal, seperti memenuhi undangan, dll.
6. Orang yang berburuk sangka melakukan aneka amal kebajikan adalah karena riya, mencari popularitas dan menginginkan suatu keuntungan.
7. Orang yang berburuk sangka menduga bahwa penyempurnaan kaum muslimin atas upayanya yang berkenaan dengan kehidupan duniawi adalah merupakan kegilaan, kerakusan dan kecintaan kepada dunia, dan kebencian kepada akhirat.
8. Orang yang berburuk sangka menyangka bahwa penyempurnaan syiar-syiar peribadatan adalah merupakan kependetaan, uzlah, pemfokusan kepada ibadah dan meninggalkan kehidupan dunia.
9. Orang yang berburuk sangka menduga bahwa sikap menjaga kelangsungan hidup pada saat diperlukan dan bersikap berani berkorban pada saat dibutuhkan sebagaimana diperintahkan oleh islam merupakan sifat pengecut dan tindakan yang salah.

Pengharaman berburuk sangka difirmankan oleh Allah :
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran (Yunus :36)

C. Faktor Penyebab Berburuk Sangka
1. Niat buruk dan pikiran jahat.
2. Tidak dididik dengan prinsip yang shahih dalam menghukumi perkara dan manusia.
Sesungguhnya prinsip yang sahih dalam menghukumi berbagai perkara dan manusia hanyalah tercermin dalam hal-hal sebagai berikut ;
a. Melihat pada aspek lahiriah, sedangkan persoalan batiniah diserahkan kepada Allah.
b. Berpegang teguh pada bukti atau argumentasi.
c. Mengkonfirmasikan keshahihan bukti dan argumentasi yang ada.
d. Beberapa bukti dan argumentsi tersebut tidak kontradiksi.
3. Pengaruh lingkungan intern dan ekstern.
4. Memperturutkan hawa nafsu.
5. terjerumus ke dalam syubhat.
6. Tidak memperhatikan etika islam dalam berbicara.
Diantara etika itu adalah ;
a. Diharamkan pembicaraan rahasia antara dua orang atau lebih tanpa mengajak yang lain sebelum ada orang yang mengajak orang itu berbicara atau sebelum semua orang berbaur, begitu juga dengan menggunakan bahasa yang berbeda.
b. Pembicaraan harus berkisar soal ketaatan dan kema'rufan, bukan ihwal kemaksiatan dan kemungkaran (Al-Mujadalah : 9-10)
c. Pembicaraan harus menyangkut persoalan yang penting.
7. Terjerumus ke dalam aneka kemaksiatan dan keburukan yang dilakukan secara terang terangan.
8. Melupakan masa kini yang bersih dan berkutat dengan masa lalu yang kotor.
9. Lupa atau lalai terhadap dampak berburuk sangka.

D. Dampak Dari Akibat Berburuk Sangka
1. Dampak terhadap individu
a. Terjerumus ke dalam aneka kemaksiatan dan keburukan.
b. Tidak beramal kebajikan dan tidak mengamalkan ketaatan.
c. Kerugian dan penyesalan.
d. Menjadi sasaran kebencian kebanyakan manusia.
e. Menghabiskan waktu untuk perkara yang tidak berguna.
f. Membuahkan kemurkaan dan kemarahan ilahi.

2. Dampak terhadap masyarakat
a. Terpecah belahnya barisan.
b. Lamanya perjalanan dan banyaknya beban.

E. Cara Mengobati Penyakit Berburuk Sangka
1. Membangun akidah yang sehat dan berdiri di atas landasan berbaik sangka terhadap Allah, rasul-Nya, dan kepada kaum mukminin yang shaleh.
2. Menanamkan akidah yang sehat ke dalam diri dan memupuknya melalui pendiddikan.
3. Mendewasakan diri dengan berpegang teguh terhadap etika islam dalam memutuskan persoalan dan menghukum seseorang.
4. Mendewasakan diri dengan berpegang teguh terhadap etika islam dalam berbicara dengan orang lain.
5. Menjauhi kemungkinan terjerumus ke dalam syubhat, kemudian berupaya keras menolak syubhat ini jika ia ternyata ia salah dan tanpa disengaja.
6. Berupaya keras memperbaiki lingkungan, terutama dalam masyarakat yang rukun.
7. Memerangi, mengekang hawa nafsu, dan syahwat sehingga kita tidak menuduh seseorang hanya berdasarkan dugaan dan perkiraan tanpa dilandasi bukti dan argumentasi.
8. Bergaul dengan orang-orang yang telah bertaubat dengan memandang masa kininya, bukan masa lalunya.
9. Menelaah buku biografi dan sejarah, terutama sejarah kaum muslim.
10. Mengingat selalu adanya dampak-dampak buruk sangka terhadap individu dan masyarakat.

KEENAM BELAS
GHIBAH

A. Pengertian Dan Wujud Ghibah
Secara bahasa berarti menceritakan orang lain saat dia tidak ada, baik cerita itu menyangkut perkara yang disukai maupun tidak disukainya, dan baik cerita itu mengenai kebaikan atau keburukan.
Adapun secara istilah adalah seorang muslim yang menceritakan saudaranya yang muslim pula ketika dia tidak ada dengan cerita yang tidak disukai dan dibencinya, baik secara lisan maupun secara tulisan, secara eksplisit atau sindiran.
Wujud wujud ghibah :
1. Mengumpat cacat fisik.
2. Mengutarakan cacat agama seperti fasik.
3. Mengumbar cacat duniawi seperti tidak menghargai manusia.
4. Mengumbar cacat yang berkenaan dengan keluarga seseorang, seperti merendahkan ayah orang muslim bahwa dia itu fasik.
5. Mengumbar cacat yang berkenaan dengan prilaku seseorang, seperti sombong.
6. Mengumbar cacat yang bekenaan dengan pakaian dan penampilan seseorang.
7. Menirukan orang yang diumpat seperti meniru caranya berjalan.
8. Mengumpati para ahli agama dan orang yang rajin beribadah.
9. Berburuk sangka tanpa bukti dan argumentasi.
10. Menyimak orang yang sedang mengumpat.

B. Ghibah Menurut Pandangan Islam
Ghibah menurut pandangan islam adalah haram berdasarkan ijma` kaum muslimin, karena adanya dalil yang terang dan jelas dari al-qur`an dan as-sunnah
(al- hujurat : 12).
Ghibah itu diperbolehkan dalam kondisi dan karena beberapa alasan berikut :
1. Pengaduan terhadap kezaliman, seperti : Si fulan telah menzalimiku, dia melakukan anu dan anu kepadaku. Dia telah mengambil anu dan sebagainya dariku. Aku memohon kepadamu agar dia mengembalikan kezalimannya kepadaku, ini sesuai dengan firman Allah (An-Nisa` : 148).
2. Permintaan tolong untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat kepada kebenaran. Seperti Si fulan melakukan anu dan anu, maka laranglah dia.
3. Permintaan fatwa. Seperti ayahku, saudaraku, menzalimiku dengan berbuat anu, apakah dia boleh berbuat demikian terhadapku ?
4. Untuk mewanti-wanti dan menasehati kaum muslimin dari kejahatan.
5. Jika seseorang melakukan kefasikan dan bid`ah secara terang-terangan.
6. Jika seseorang dikenal dengan nama panggilan yang tercela. Dia di perbolehkan memakai nama itu, namun sebatas niat untuk mengenalkannya, dan diharamkan memakai nama itu sebagai jati dirinya.

C. Faktor Penyebab Ghibah
1. Tidak berkonfirmasi dan meminta penjelasan.
2. Marah.
3. Lingkungan.
4. Hasud.
5. Bangga terhadap diri hingga mencapai batas sombong dan takabbur.
6. Berupaya membebaskan diri dari tuduhan dan cacat.
7. Merasa mendapat celaan dari orang lain.
8. Humor dan senda gurau.
9. Tidak cermat dalam mengungkapkan dan menggambarkan maksud.
10. Bekerja untuk kepentingan orang lain atau pihak pihak yang diragukan.
11. Tiadanya kontrol umat terhadap kaum pengumpat.
12. Aneka prilaku dan tindakan orang yang tidak terpuji, terutama yang dilakukan para panutan.
13. Tidak memperhitungkan akibat yang ditimbulkan ghibah.

D. Dampak Ghibah
1. Dampak terhadap aktivis
a. Keras hati.
b. Menghadapi murka dan kemarahan Allah.
c. Azab yang keras, terutama di alam kubur.
d. Tidak mampu melaksanakan aneka kewajiban.
e. Takut.

2. Dampak terhadap aktivitas islam
a. Perpecahan.
b. Membuka jalan generasi dan kaum awam agar terjerumus ke dalam ghibah.

E. Cara Mengatasi Ghibah
1. Mengembangkan naluri ketakwaan kepada Allah dan rasa selalu diawasi oleh-Nya dalam diri.
2. Memperhitungkan bahwa setiap ucapan yang dilontarkan akan ditulis dan diperhitungkan.
3. Mengkonfirmasikan atau meminta penjelasan sebelum memutuskan persoalan dan menghukum manusia.
4. Mengajak orang-orang yang menjadi panutan dan teladan masyarakat agar berperilaku secara cermat dan penuh pertimbangan.
5. Wajib menanyakan aneka perbuatan yang secara lahiriah menyimpang dari kebenaran, sebelum hal itu menimbulkan umpatan terhadap pelakunya.
6. Umat melakukan kewajibannya terhadap kaum pengumpat, yaitu jangan mendengarkan mereka, bahkan harus melarang mereka dengan segala cara dan sarana yang dikuasainya.
7. Memperingatkan secara sinambung akan akibat ghibah di dunia dan di akhirat, baik dampaknya bagi aktivitas islam maupun aktivis itu sendiri.

KETUJUH BELAS
NAMIMAH

A. Pengertian Namimah
Secara bahasa artinya
1. Memindahkan ucapan atau pembicaraan.
2. Bisikan atau gerakan.
3. Memperindah dan menghiasi.
Sedangkan menurut istilah mempunyai dua makna :
1. Makna khusus yaitu memindahkan pembicaraan sebagian orang kepada sebagian orang lain dengan tujuan membuat kerusakan diantara mereka.
2. Makna umum yaitu, tidak suka menyingkapi sesuatu yang baik.
Tidak termasuk namimah, baik yang bermakna umum maupun yang khusus, memindahkan pembicaraan atau perkataan dengan tujuan memperbaiki.

B. Pandangan Islam Terhadap Namimah
Islam mengharamkan namimah dan memandangnya sebagai dosa besar. Orang yang sering melakukannya tidak akan masuk surga melainkan masuk neraka. Sebab, pelakunya berupaya memutuskan hubungan yang diperintahkan Allah untuk disambungkan. Juga dia karena berbuat kerusakan di muka bumi, sebagaimana firman Allah : Sesungguhnya dosa itu atas orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak (Asy-syuraa :42)
Orang yang melakukan namimah termasuk salah seorang diantara yang berbuat zalim, sebagaimana firman Allah, Dan janganlah kamu mengikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah (Al-Qalam :10-11)

C. Faktor Penyebab Namimah
1. Lingkungan.
2. Hasud, cinta keburukan, dan jahat terhadap manusia.
3. Mencari muka terhadap orang yang berpangkat dan berkuasa.
4. Hiburan.
5. Tiadanya kontrol umat terhadap para pelaku namimah.
6. Beramal untuk kepentingan individu atau sasaran yang samar.
7. Melupakan Allah dan hari akhir.
8. Lalai terhadap dampak yang ditimbulkan oleh namimah.

D. Dampak Namimah
1. Dampak namimah terhadap para aktivis
a. Keras hati.
b. Hilangnya kepercayaan dan keseganan dari masyarakat.
c. Kebangkrutan.
d. Terampasnya kekayaan, Ternodainya kehormatan, dan tertumpahnya darah.
e. Mendekatkan diri ke dalam kemarahan dan kemurkaan Allah.

2. Dampak namimah terhadap aktivitas islam
a. Perselisihan dan perpecahan.
b. Membuka jalan bagi genarasi muda dan manusia lemah terjerumus ke dalam namimah.

E. Cara Mengatasi Namimah
1. Jangan segera membenarkan si pengadu, justru kita harus melarang dan menakut-nakutinya dengan siksa Allah di hari akhirat kelak.
2. Membenci sipengadu karena Allah yang dicerminkan melalui perilaku dan pergaulan.
3. Mengembangkan naluri ketakwaan kepada Allah dan perasaan diawasi oleh-Nya.
4. Membersihkan lingkungan dimana si pengadu hidup, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat.
5. Meyakini dengan sempurna bahwa apa yang ada di sisi Allah tidak akan diraih dengan kemaksiatan, keonaran dan perbuatan kerusakan di antara manusia, namun diraih dengan ketaatan istiqamah.
6. Menelaah biografi ulama salaf secara sinambung dan cara mereka memberantas namimah serta mengobati para pelakunya..
7. Mengingat-ingat akibat namimah secara terus menerus, Baik akibatnya terhadap para aktivis maupun aktivitas islam.
8. Melaksanakan tugas yang semestinya dilakukan penguasa terhadap para pengadu, yaitu dengan melarang, menakut-nakuti, bahkan dengan mempermalukan mereka, jika kebaikan hanya diperoleh dengan mempermalukan.
9. Menghentikan pengadu domba dengan tindakan nyata, jika dia bercokol dalam akhlak tercelanya itu dan jika cara-cara diatas tidak bermanfaat.

KEDELAPAN BELAS
FAUDHAL WAQTI
(KETIDAK MAMPUAN MENGATUR WAKTU)

A. Pengertian
Secara bahasa, memiliki dua makna :
1. Percampuran antara dua perkara, satu sama lain.
2. Kesamaan dalam persoalan atau martabat.
Sedangkan menurut istilah adalah mencampurkan berbagai perkara dan memandangnya berada pada satu tingkat kepentingan dan keuntungan, di samping tiadanya kesesuaian antara berbagai kewajiban dan pemanfaatan waktu.

B. Wujud Faudhal Waqti Dan Pandangan Islam Terhadapnya
1. Menyibukkan diri dengan hal sekunder atau perbuatan perbuatan yang kurang menyentuh pangkal dan esensinya.
2. Pengalokasian upaya dan waktu yang banyak untuk pekerjaan yang sederhana.
3. Menyia-nyiakan waktu yang luang tanpa pekerjaan sama sekali.
4. Menumpuk pekerjaan yang banyak dalam satu waktu, bahkan dalam satu saat.
Islam memandang faudhal waqti sebagai perbuatan haram. Keharaman ini sebagaimana ditunjukkan oleh nash-nash yang mengungkapkan kerugian orang-orang yang telah menyia-nyiakan waktu usianya dalam melakukan perbuatan yang tidak berfaidah. Sebagaimana sabda nabi : Ada dua kenikmatan yang membuat kebanyakan manusia tertipu yaitu nikmat sehat dan waktu senggang (HR. Bukhari ).

C. Faktor Penyebabnya
1. Keluarga yang tidak memelihara nilai waktu.
2. Pergaulan yang buruk.
3. Para teladan dan panutan yang tidak menghargai waktu.
4. Tidak menghargai waktu.
5. Cenderung kepada kenikmatan dan aman dari azab Allah.
6. Berpegang pada pandangan sendiri tanpa bermusyawarah.
7. Tidak memahami kemampuan dan kekuatan sendiri.
8. Tidak memiliki pertimbangan.
9. Kemaksiatan dan mengabaikan penyucian jiwa.
10. Lalai terhadap keberadaan musuh.
11. Lalai terhadap dampak penyia-nyiaan waktu.
12. Memulai pekerjaan tanpa program dan rencana.

D. Dampak Terhadap Penyia-nyiaan Waktu
1. Terhadap para aktivis
a. Menyia-nyiakan waktu usia tanpa manfaat.
b. Kecemasan dan kegelisahan jiwa.
c. Kehinaan dan kerendahan di dunia.
d. Kerugian dan penyesalan pada hari kiamat.

2. Terhadap aktivitas islam
a. Perselisihan dan perpecahan.
b. Keterbatasan dan keterkungkungan.
c. Panjangnya perjalanan dan banyaknya beban.

E. Cara Mengatasinya
1. Meyakini bahwa waktu merupakan modal.
2. Meyakini besarnya tanggung jawab hari esok.
3. Menelaah sirah ulama salaf dengan sinambung.
4. Berdo`a dan merendahkan diri kepada Allah untuk meminta keberkatan waktu.
5. Zuhud terhadap dunia dan kebahagiaan akhirat.
6. Menjauhi persahabatan yang buruk dan beralih ke pangkuan persahabatan yang baik.
7. Pengaturan waktu dalam kegiatan keluarga dan menggunakannya untuk perbuatan yang bermanfaat.
8. Mementingkan musyawarah dan tidak menonjolkan pendapat pribadi.
9. Mengetahui kemampuan pribadi.
10. Menjaga diri dari kemaksiatan dan memperbanyak ketaatan.
11. Penghargaan para panutan dan teladan terhadap waktunya dan pemanfaatannya dengan perkara yang bermanfaat.
12. Takut kepada Allah dan tidak cenderung kepada kenikmatan.
13. Berupaya merencanakan dan memprogram kegiatan.
14. Waspadai terhadap posisi musuh dan dampak yang muncul karena membuang-buang waktu.
15. Berupaya untuk senantiasa bersatu dan menyingkirkan pengasingan diri.
16. Membuat perjanjian untuk berkunjung dan menghindari dengan luwes tamu tidak penting.

KESEMBILAN BELAS
TASWIF (MENUNDA-NUNDA)

A. Pengertian
Secara bahasa mempunyai arti :
1. Menunda dan menangguhkan.
2. Menakut-nakuti.
3. Janji.
4. Ancaman.
Sedangkan secara istilah adalah menangguhkan dan menunda pelaksanaan sesuatu yang diminta sehingga menimbulkan ketakutan dan kehebatan, baik itu beupa janji ataupun ancaman.

B. Taswif Menurut Pandangan Islam Dan Indikator-Indikatornya
Taswif yang bermakna demikian tidak seluruhnya terpuji dan tidak seluruhnya tercela. Ada taswif yang tercela dan ada yang terpuji.
Taswif yang tercela adalah menunda-nunda dan mengakhirkan pelaksanaan sesuatu yang diminta tanpa alasan atau tanpa seharusnya ditunda. Taswif inilah yang diingatkan oleh Allah dalam firmannya :
Demikian keadaan orang-orang kafir, hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata : Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tingalkan (al mukminun : 99-100).
Taswif yang terpujipun di kemukakan oleh para Nabi terdahulu sebagaimana yang telah dikisahkan dalam al-qur`an sebagai berikut :
Anak-anak Ya`kub meminta ayahnya agar memaafkan mereka dan memintakan ampun kepada tuhannya,setelah mereka menyadari kesalahan yang mereka lakukan terhadap Yusuf. Mereka berkata: Wahai ayah kami mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa) Ya`kub berkata : aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Yusuf :97-98)
Indikator-indikator atau fenomena yang menunjukkan kepada taswif adalah :
1. Berkubang dalam kemaksiatan disertai janji untuk bertaubat.
2. Menunda pekerjaan yang dapat dilakukan hari ini ke esok hari tanpa justifikasi dan kepentingan.

C. Faktor-Faktor Penyebabnya
1. Keluarga mendasarkan kehidupannya terhadap taswif dan membiasakannya kepada anak.
2. Bergaul dengan pemalas dan pentaswif.
3. Lemah, malas, dan mengulur-ulur waktu.
4. Rasa aman akan azab Allah.
5. Berangan-angan dan lupa kematian serta akhirat.
6. Menyepelekan persoalan dan berpegang pada upaya dan kekuatan yang dianugrahkan kepada Allah.
7. Mengandalkan ampunan dan maghfirah Allah dengan melupakan siksa dan azab-Nya.
8. Tidak menerima penilaian orang lain.
9. Tenggelam dalam aneka kemaksiatan dan keburukan.
10. Tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan oleh taswif.

D. Dampak Taswif
1. Terhadap para aktivis
a. Kerugian dan penyesalan yang tidak berguna.
b. Tidak memperoleh pahala dan ganjaran.
c. Menumpuknya dosa dan sulitnya bertaubat.
d. Menumpuknya pekerjaan dan sulitnya pelaksanaan.
e. Hilangnya kewibawaan dan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain.

2. Terhadap aktivitas islam
a. Mempersempit aktivitas islam.
b. Tidak memperoleh bantuan dan pertolongan ilahi.

E. Cara Mengatasi Taswif
1. Menanamkan keteguhan dan kekuatan tekad di dalam hati.
2. Senantiasa mengingatkan diri bahwa taswif itu merupakan kelamahan, ketidak berdayaan, dan ketidak mampuan.
3. Senantiasa berdo'a dan merendahkan diri kepada Allah dengan mengungkapkan segala kelemahan dan kemalasan.
4. Menanamkan keteguhan dan kekuatan tekad kepada keluarga sehingga lingkungan keluarga tidak merusak perkembangan anak.
5. Menjauhkan diri dari pergaulan dengan teman yang pemalas dan suka menunda-nunda.
6. Senatiasa bergumul dengan al-qur`an dan as-sunnah.
7. Memelihara diri dari berbagai kemaksiatan dan keburukan sehingga seorang muslim tidak akan pernah terjerumus ke dalamnya.
8. Selalu mengingat kematian dan akhirat.
9. Seluruh umat islam, baik para pemimpin atau awam selalu mengawasi dan memantau orang-orang yang suka menunda-nunda serta menilai mereka.

KEDUA PULUH
TASYA`UM (PESIMIS)

A. Pengertian
Menurut bahasa berarti :
1. Kesialan atau sesuatu yang menjadi lawan keberuntungan.
2. Menduga atau menunggu terjadinya keburukan.
3. Berburuk sangka terhadap segala yang ada, baik khalik maupun makhluk, baik berakal maupun tidak.
Sedangkan menurut istilah syari'ah dan dakwah dapat disimpulkan sebagai memandang kesialan atau menyangka terjadinya keburukan, juga sesuatu yang tidak disukai dengan sosok yang menimbulkan kevakuman pelaksanaan kewajiban, atau minimal menimbulkan kemalasan, kesantaian, dan penangguhan dan merupakan buah dari berburuk sangka terhadap segala sesuatu yang ada atau yang tedapat dalam kehidupan ini.

B. Fenomena Tasya`um Dan Kedudukannya Menurut Islam
1. Tidak memenuhi undangan yang mengajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok yang betujuan untuk menegakkan kembali agama Allah di muka bumi.
2. Berpartisipasi dalam kegiatan kelompok yang didasarkan atas asumsi bahwa tidak ada campur tangan islam terhadap urusan politik.
3. Berpartisipasi dalam kegiatan kelompok islam yang didasarkan atas asumsi bahwa islam itu merupakan agama dan negara, namun kegiatan ini memiliki himmah yang kurang.
4. Melemahkan semangat dan tekad orang-orang yang bekiprah untuk agama Allah dengan tulus dan sungguh-sungguh dengan dalih kasihan kepada kelompok manusia semacam itu, dia berpandangan bahwa para aktivis tidak perlu bersusah payah.
5. Memandang dengan penuh kekaguman, penghormatan, dan penghargaan terhadap segala perkara yang berbau asing baik berupa individu, ide maupun produksi.
6. Berputus asa terhadap rahmat dan ampunan Allah karena terlalu banyak dosa dan keburukan.
7. Membenarkan aneka propaganda musuh Allah dan umat islam yang di dasarkan atas kesesatan, dan cercaan terhadap islam dan pemeluknya.
8. Takut tehadap berbagai peristiwa yang bisa terjadi sehari-hari.
9. Takut bertemu dengan orang-orang yang dikenal dengan sifat hasut, tukang sihir dan dukun sehingga tidak berdakwah kepada mereka dengan hikmah agar menghentikan kejahatan dan kebatilan yang selama ini mereka lakukan.
Dalam memandang wujud peristiwa harus disertai keyakinan bahwa seluruh perkara itu kepunyaan Allah. Peristiwa tersebut tidak memiliki dampak sedikitpun kecuali atas izin Allah, bahkan peristiwa itu tidak boleh membuat seseorang menghentikan pejalanannya atau mengurungkan niatnya.

C. Faktor Penyebabnya
1. Tidak mengetahui Allah dengan benar.
2. Tidak mengenal diri sendiri dengan benar.
3. Tidak mengenal alam semesta dengan benar.
4. Tidak mengetahui hakekat musuh.
5. Tidak memahami hakekat jihad dan pertolongan dengan benar.
6. Banyaknya cobaan dan kelalaian terhadap rahasia yang tekandung.
7. Hidup dalam lingkungan yang berpesimis.
8. Tidak memahami karakteristik pertarungan antara hak dan batil.
9. Mencermati realitas umat sekarang tanpa memperhatikan masa lalu.
10. Tidak memahami akibat pesimis.

D. Dampak Tasya`um
1. Terhadap aktivis
a. Memberikan kelonggaran terhadap diri hingga melanggar batas-batas Allah dan terjerumus ke dalam jerat-jerat kemusyrikan.
b. Kecemasan dan kegelisahan batin.
c. Menampilkan diri dalam kemurkaan dan kemarahan Allah.

2. Terhadap aktivitas islam
a. Melemahkan dan mematahkan semangat orang lain.
b. Tidak memperoleh bantuan dan pertolongan ilahi.
c. Panjangnya perjalanan dalam kungkungan kehinaan.

E. Cara Mengatasi Tasya`um
1. Memahami Allah dengan suatu pemahaman yang dapat melahirkan kepercayaan dan keyakinan.
2. Memahami diri dengan pemahaman yang mendorong diri untuk memerangi tasya`um dan rasa rendah diri.
3. Memahami alam semesta, memperhatikan kepada kita bagaimana memanfaatkannya bagi kebaikan negara dan hamba.
4. Mencermati realitas musuh, terutama dari aspek psikologis.
5. Menghidupkan pemahaman konsep jihad dan pertolongan menurut istilah bukan lughowi.
6. Menguatkan pemahaman mengenai cobaan, yaitu bahwa keduanya tidak selalu sebagai indikator ketidak ridhaan Allah.
7. Senantiasa menelaah kisah-kisah orang terdahulu baik yang membenarkan maupun yang mendustakan Allah, karakteristik pergulatan diantara mereka, dan hasil yang dicapai dari pergulatan tersebut.
8. Senantiasa membandingakan umat sekarang dengan umat masa sebelumnya.
9. Menarik diri dari pergaulan orang yang bertasya`um.
10. Mengingat secara terus menerus akan berbagai akibat tasya`um baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi, individual maupun sosial.
11. Berupaya menghadiri pertemuan-pertemuan keislaman dalam musim haji, seminar-seminar, diskusi, ceramah, dll.
12. Mencermati berbagai gerakan jihad yang terjadi dewasa ini di berbagai belahan dunia.

KEDUA PULUH SATU
AT-TANATHTHU`AW
AL GHULUW FID DIIN
(BERLEBIHAN DALAM AGAMA)

A. Hakekat
Makna tanaththu` atau al-ghuluw dalam agama menurut istilah islam, berarti memperdalam, melebih-lebihkan, atau melampaui batas dalam ucapan dan perbuatan. Dengan perkataan lain berarti memikul aneka perkataan, kalimat dan perbuatan melebihi apa yang seharusnya dipikul.
Nabi saw bersabda : Binasalah orang-orang yang berlebihan (Beliau mengucapkannya tiga kali) (HR Muslim).

B. Fenomenanya
1. Banyak berandai-andai dan bertanya tentang sesuatu yang belum terjadi atau tentang sesuatu yang tidak disinggung hukumnya oleh Allah.
2. Berlebih-lebihan dalam mengerjakan amal sunnah sehingga berakibat pada pengabaian amal yang lebih utama atau yang wajib.
3. Meninggalkan rukhsah yang sejalan dengan kondisinya dan mengejar azimah 'ketentuan pokok' seperti orang yang diperbolehkan untuk bertayammum karena dia tidak kuat menggunakan air, namun dia bersikeras menggunakan air sehingga mencelakakan dirinya.
4. Menyibukkan diri dengan masalah furu' dan mengabaikan masalah yang pokok.
5. Menuduh orang lain kafir karena melakukan suatu kemaksiatan, melakukan dosa besar, atau menyebut kafir kepada orang yang bukan kafir.
6. Memunculkan perbincangan tentang masalah yang situasional.

C. Faktor-Faktor Penyebabnya
1. Faktor lingkungan.
2. Pembentukan psikologis dan intelektual.
3. Kecerdasan disertai kekosongan dan tidak memahami prioritas.
4. Percaya diri sejak dini dalam meraih ilmu dan pengetahuan.
5. Mengambil atau menerima ilmu dari orang bodoh.
6. Kekosongan medan dan lapangan dari ulama yang mengontrol ide, pola pikir, bahkan prilaku.
7. Pelumpuhan syariat Allah di muka bumi.
8. Ingin meraih keuntungan pribadi.
9. Kegemaran merealisasikan peningkatan kedekatan dengan Allah sedang dia melalaikan rambu-rambu perjalanan.
10. Rayuan untuk menggandrungi dunia.
11. Kebencian kepada islam dengan berpura-pura mencintainya.
12. Kekerasan, pemaksaan, dan intimidasi.
13. Serangan terang-terangan dan rahasia terhadap umat islam.
14. Memberikan fatwa dan berijtihad sebelum mencapai kesempurnaan dan kematangan.
15. Melupakan akibat-akibat yang menjerumuskan ke dalam bahaya al-ghuluw fid diin.

D. Dampaknya
1. Terhadap para aktivis
a. Kebencian manusia dan berlarinya mereka dari orang yang bertanaththu` atau berghuluw.
b. Penghentian dan pemutusan.
c. Menghabiskan waktu usia dan membuang tenaga untuk perkara yang tidak berguna.
d. Menyepelekan hak-hak orang lain.
e. Kecemasan dan kegelisahan diri.

2. Terhadap aktivitas islam
a. Perselisihan dan perpecahan.
b. Banyaknya beban dan panjangnya perjalanaan.
c. Siasat yang tidak mendatangkan pertolongan.

E. Cara Mengobatinya
1. Menerapkan hukum Allah di muka bumi.
2. Memotifasikan para ulama yang mengamalkan ilmunya.
3. Membuka pandangan mereka terhadap konsep ubudiah, dakwah kepada Allah, dan pemberian fatwa.
4. Senantiaasa menelaah sejarah umat manusia pada umumnya dan sejarah islam khususnya.
5. Memperlakukan orang yang berlebihan dalam agama dengan sifat kebapakan dan persaudaraan.
6. Mencermati aneka dampak dan akibat yang ditimbulkan oleh ghuluw baik terhadap para aktivis atau terhadap aktivitas islam.
7. Mengisi waktu luang dengan perbuatan yang bermanfaat dan berfaedah.

KEDUA PULUH DUA
PERTENGKARAN ATAU PERDEBATAN

A. Pengertian
Menurut bahasa mira` artinya :
1. Ragu-ragu.
2. Bertentangan dengan orang lain dan menyimpang dari orang lain atau bersikap tidak jelas.
3. Berdiskusi atau berdebat.
4. Memperindah dan mempercantik.
Kata al-jidal menurut bahasa artinya :
1. Menaklukan dan mengalahkan.
2. Menyempurnakan dan mempercantik.
3. Pertengkaran dan perdiskusian yang sengit.
4. Menandingi hujah dengan hujah.
Sedangkan menurut istilah mira' adalah setiap sanggahan terhadap pembicaraan orang lain dengan cara menampakkan kecacatannya, baik yang menyangkut katanya, maupun maknanya atau maksud dari pembicara.
Sedangkan al-jidaal adalah tindakan yang bertujuan untuk membuat orang lain tidak berkutik, melemahkan, dan menyatakan kekurangannya dengan cara mencela perkataannya serta mengaitkannya dengan kekurangan dan kebodohan perkataannya itu.

B. Bentuk Bentuk Pertengkaran Dan Kedudukannya Dalam Islam
1. Mencela pembicaraan orang lain dari segi bahasanya dengan menunjukkan cacat pada aspek tata bahasa, kosa kata, susunan dan urutan kata.
2. Mencela pembicaraan orang lain dari segi makna.
3. Mencela pembicaraan orang lain pada aspek tujuan.
Pertengkaran atau perdebatan adalah tercela. Allah berfirman :Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah tentang terjadinya kiamat itu benar-benar dalam kesesatan yang jauh
(Asy-Syura :18)

C. Faktor Penyebabnya
1. Tidak memperhatikan etika pemberian nasihat.
2. Tidak memperoleh kepercayaan dan penghargaan dari orang lain.
3. Kecenderungan kepada kemenangan dan tidak menerima kekalahan.
4. Pengaruh lingkungan.
5. Mengacaukan hak dan kebenaran.
6. Menyibukkan diri dengan ilmu berdebat dan berdiskusi sebelum membentengi diri dengan kitab dan sunnah.
7. Bangga diri dan angkuh.
8. Kekosongan hati dari makrifatullah dan ketakwaan.
9. Tidak memiliki program yang dapat diikuti.
10. Kelalaian terhadap dampak buruk pertengkaran.

D. Dampaknya
1. Terhadap para aktivis
a. Keras hati.
b. Membuat orang lain marah sehingga menimbulkan kebencian dan terputusnya hubungan baik.
c. Hilangnya wibawa dan jatuhnya harga diri.
d. Tidak selamat dari fitnah agamanya.

2. Terhadap aktivitas islam
a. Tercerai berainya umat.
b. Kokohnya musuh, lamanya perjalanan, dan banyaknya beban.

E. Cara Mengatasinya
1. Memenuhi hati dengan makrifatullah, mengesakannya, dan bertaqwa kepadanya.
2. Memelihara etika islam pada saat memberi nasihat.
3. Bertenggang rasa tehadap orang lain dengan cara menghormatinya.
4. Merenungkan pandangan islam terhadap pertengakaran atau perdebatan.
5. Memilih lingkungan kehidupan yang bebas pertengkaran atau perdebatan.
6. Pemimpin dan rakyat harus melaksanakan kewajibannya.
7. Hendaknya para ayah dan ibu menahan dirinya dari pertengkaran atau perdebatan.
8. Mengatasi serta mengobati diri dari penyakit ujub, congkak dan sombong.
9. Menjauhkan diri dari kesibukan mempelajari ilmu perdebatan dan perdiskusian.
10. Melakukan aktivitas untuk memanfaatkan waktu.
11. Mengendalikan nafsu (mujahadah) dan membiasakan diri bersikap berani.
12. Senantiasa mengingat dampak yang ditimbulkan pertengkaran dan perdebatan
13. Meminta pertolongan kepada Allah.
14. Senantiasa menelaah biografi ulama salaf.
15. Tetap bergaul dengan orang yang tidak sehaluan.
16. Memandang pembicaraan sebagai perbuatan.

KEDUA PULUH TIGA
AL QU'UD
(BERPANGKU TANGAN)

A. Pengertian
Secara bahasa artinya :
1. Duduk setelah berdiri.
2. Menghentikan dan meninggalkan karena suatu hal atau terlambat melakukannya.
3. Terhambat untuk melakukan sesuatu.
4. Tidak mementingkan sesuatu.
5. Penyakit yang menimpa tubuh sehingga membuatnya duduk.
Secara istilah berarti penyakit yang menimpa seseorang, bila penyakit ini merasuki tubuhnya, maka ia akan terhambat melanjutkan perjalananya mencapai tujuan, secara tiba-tiba ia akan menghentikan langkahnya atau minimal terlambat dari rombongan tanpa menunjukkan kepedulian atau memperhatiknnya.

B. Wujud Berpangku Tangan Dan Kedudukannya Menurut Pandangan Islam
1. Meninggalkan manhaj Allah secara total dan berhukum kepada manhaj manusia.
2. Tidak berdakwah kepada jalan Allah.
3. Mencurahkan perhatian untuk menyakiti orang-orang yang aktif dalam agama Allah.
4. Berupaya mencabik-cabik barisan orang-orang yang aktif dengan menyusun sebuah program yang bentuknya sesuai dengan manhaj Allah namun isi dan esensinya bertolak belakang.
5. Cenderung kepada orang-orang zalim dengan suatu bentuk, kemudian membela kaum zalim itu dengan segala macam cara dan sarana.
6. Mencari tahu tentang beberapa kesalahan orang-orang yang aktif di jalan Allah.
7. Menggunakan nash agama bukan pada tempatnya dan mengacaukannya sesuai dengan selera pribadi.

C. Faktor Penyebabnya
1. Maksiat.
2. Kelonggaran dalam melakukan sesuatu yang diperbolehkan.
3. Bercokolnya dunia dalam hati.
4. Tidak memiliki niat melanjutkan perjalanan sampai akhir dan tidak aktif sesuai dengan tuntutan niat.
5. Hidup di tengah orang-orang yang suka berpangku tangan.
6. Tidak yakin akan janji Allah dan rasul-Nya.
7. Kendala perjalanan serta tidak adanya kesiapan dalam menghadapinya.
8. Menempati posisi prajurit setelah menjabat panglima.
9. Tertipu janji-janji pelaku kebatilan.
10. Tidak ada manhaj yang memenuhi kehidupan dan mengisi kekosongan.
11. Ketidak sesuaian manhaj dengan kekuatan dan kemampuan.
12. Tidak menghormati dan menghargai aktifis sesuai dengan haknya.
13. Membebani diri dengan berbagai kewajiban yang melebihi kemampuan.
14. Tidak memaafkan kekeliruan yang dilakukan orang lain.
15. Menduga di dalam sikap berpangku tangan terdapat keselamatan dan kesehatan.
16. Tidak ada tanggapan dari orang lain.
17. Lalai terhadap dampak berpangku tangan.

D. Dampaknya
1. Terhadap para aktivis
a. Berduaan dengan setan kemudian setan memangsa mereka.
b. Berlipat gandanya dosa dan kesalahan yang mengakibatkan jahannam sebagai tempat tinggal.
c. Kehinaan dan kerendahan.

2. Terhadap aktivitas islam
a. Melemahkan kegiatan dan mengantarkannya kepada keburukan.
b. Menjerumuskan para aktivis agama Allah ke dalam berbagai kesulitan dan ujian yang berlebihan seperti pemerkosaan kehormatan.

E. Cara Mengatasinya
1. Menyadari aneka nikmat Allah yang di anugrahkan kepada kita.
2. Menyadarkan orang yang berpangku tangan akan tanggung jawabnya di hadapan Allah pada hari kiamat.
3. Bersikap sederhana dalam melakukan perkara yang di perbolehkan.
4. Menghilangkan di dalam hati rasa cinta kepada dunia.
5. Senantiasa mengkaji kitabullah dan sunnah rasul-Nya.
6. Merenungkan realitas orang yang berpangku tangan, bagaimana mereka menjadi anak panah musuh Allah, rasul-Nya dan kaum mukminin.
7. Memerangi nafsu agar dapat menyatukan niat berjihad dengan beraktivitas dalam agama Allah.
8. Memutuskan persahabatan dengan orang yang berpangku tangan.
9. Senantiasa mengingat janji Allah dan rasul-Nya yang akan diberikan kepada orang mukminin.
10. Senantiasa mewaspadai aneka kendala perjalanan seperti urusan anak istri dan sebagainya.
11. Segera melaksanakan manhaj yang mencakup segala bentuk dan sosok kehidupan.
12. Melakukan upaya terhadap diri agar menghormati dan menghargai orang lain.
13. Melakukan introspeksi terhadap beberapa kekeliruan dan kealpaan yang tidak dapat dihindarkan oleh manusia.
14. Menghadapi perubahan posisi terutama perubahan dari kedudukan tinggi ke kedudukan rendah.
15. Memandang godaan setan jin, setan dan rayuan dunia yang menyatakan bahwa berpangku tangan itu meemberikan keselamatan kesehatan dan ketenangan sebagai pangkal kebinasaan.
16. Tidak selayaknya, tidak adanya tanggapan orang lain terhadap seruan kita kepada Allah yang membuat kita berpangku tangan.

KEDUA PULUH EMPAT
ASY-SYUH (KIKIR)

A. Pengertian
Menurut bahasa berarti :
1. Keingingan atau nafsu terhadap sesuatu yang dimilikinya, tidak mau mengeluarkannya.
2. Sedikit dan sulit.
3. Berlomba dan berkompetensi terhadap sesuatu.
4. Permusuhan, saling memfitnah dan berdebat.
Secara istilah bermakna dua :
Pertama : Makna terminologi yaitu kebakhilan terhadap kekayaan sampai dia di kenal sebagi orang kikir di kalangan manusia.
Kedua : Makna syari'ah, yaitu kebakhilan atas segala kebajikan dan kema'rufan baik berupa harta atau selainnya, baik yang berada di tangannya atau di tangan orang lain.

B. Wujud Kekikiran Dan Kedudukannya Dalam Islam
1. Bakhil terhadap kepemimpinan.
2. Bakhil terhadap kehormatan.
3. Bakhil terhadap kelapangan, kesejahteraan dan kesenangan diri.
4. Bakhil terhadap ilmu.
5. Bakhil terhadap manfaat tubuh dalam bentuk apapun.
6. Bakhil terrhadap akhlak yang baik, yaitu tidak membalas keburukan dengan keburukan.
7. Bakhil terhadap diri, seperti tidak berkorban untuk kepentingan agama.
8. Bakhil terhadap harta.
9. Bakhil terhadap jiwa dan harta yang diberikan orang lain sebagai pengkhidmadan kepada Allah.
10. Mencela orang lain atas apa yang diberikan.
Kebakhilan dan kekikiran dengan segala bentuk dan wujudnya adalah tercela. Allah berfirman : Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Abu Hasan al Mawardi berkata : Firman Allah bakhil terhadap dirimu memiliki empat penjelasan ,pertama : bakhil terhadap kebaikan, demikianlah menurut Mujahid. Kedua : bakhil untuk berperang bersamamu, demikianlah menurut Ibnu Kamil. Ketiga : bakhil terhadap ghonimah yang mereka peroleh, demikian menurut As-Siddi, Keempat : bakhil untuk berinfak di jalan Allah demikian menurut Qatadah.

C. Faktor Penyebabnya
1. Lingkungan tempat tinggal seorang muslim.
2. Cinta dunia dan membayangkan kemiskinan.
3. Mengabaikan perjuangan mengendalikan nafsu.
4. Congkak dan sombong di muka bumi.
5. Tidak meyakini apa yang ada di sisi Allah.
6. Dengki.
7. Lalai terhadap dampak terhadap kekikiran.

D. Dampak Kekikiran
1. Terhadap para aktivis
a. Menyeret diri untuk terjerumus ke dalam dosa dan nista.
b. Kegelisahan dan kekacauan batin.
c. Azab yang keras di akhirat.

2. Terhadap aktivitas islam
a. Cerai berai dan tercabik-cabik.
b. Panjangnya perjalanan dan beratnya beban.

E. Cara Mengatasinya
1. Mencermati dampak yang ditimbulkan oleh kekikiran.
2. Meyakini dengan penuh terhadap pahala,.imbalan dan aneka kenikmatan abadi dari Allah.
3. Mengkaji kitabullah guna memahami berita dan akibat yang menimpa orang yang kikir dan bakhil.
4. Mencermati sirah sunnah dan petunjuk nabi secara berkesinambungan.
5. Mencermati kisah-kisah orang yang dermawan.
6. Memisahkan diri dari masyarakat yang kikir dan bergabung dengan masyarkat yang di kenal dermawan.
7. Menyelamatkan diri dari penyakit sombong di muka bumi.
8. Menyucikan hati dari kedengkian.
9. Mengendalikan nafsu, menetapkan tekad, supaya meninggalkan kekikiran.
10. Banyak berdoa dan merendahkan diri di hadapan Allah.
11. Memperhatikan aneka nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kita bahwasanya nikmat itu bukanlah milik kita.
12. Introspeksi diri.
13. Menyadari segala perkara yang berkaitan dengan bencana kikir ini secara berkesinambungan.
14. Membuka lapangan atau bidang kegiatan yang dapat di isi oleh kaum kikir untuk melakukan aneka kebajikan.
15. Mendorong kelompok manusia yang kikir, saat mereka melakukan kebajikan.
16. Mencermati akibat kekikiran dan kebakhilan seperti yang dialami oleh para penghuni neraka yang diceritakan dalam surat Al-Qalam.

KEDUA PULUH LIMA
AL-GHADHAB (MARAH)

A. pengertian
Secara bahasa berarti :
1. Marah atau tidak rela terhadap sesuatu dari sesuatu.
2. Menggigit sesuatu.
3. Memberengut.
4. Kemurungan dalam pergaulan dan prilaku.
5. Bengkak di sekitar sesuatu.
6. Penghalang yang terbuat dari kulit unta, biasanya di pakai untuk berperang
Sedangkan menurut istilah, berarti perubahan internal atau emosional yang menimbulkan penyerangan dan penyiksaan guna mengobati apa yang ada di dalam hati.

B. Wujud Marah Dan Hakekatnya Menurut Islam
1. Membesarnya pembuluh darah dan urat leher disertai memerahnya wajah dan kedua mata.
2. Merengut dan mengerut wajahnya.
3. Permusuhan kepada pihak lain, malalui lisan tangan, kaki dan sarana lainnya.
4. Membalas permusuhan orang lain dengan permusuhan pula tanpa memperhatikan akibat yang di timbulkannya.
Hakekat marah menurut islam ialah bahwa marah ada yang tercela dan ada yang terpuji. Kemarahan yang ditunjukkan untuk mempertahankan diri, kehormatan, harta kekayaan, agama, hak-hak umum atau menolong orang yang dizalimi adalah terpuji .Allah berfirman : Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang- orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang kafir.
Sedangkan marah yang ditujukan untuk kepuasan hawa nafsu adalah tercela, sebagaimana yang tercantum dalam sabda nabi :
Orang yang kuat bukanlah orang yang dapat mengalahkan musuh, namun orang yang kuat adalah yang dapat mengontrol dirinya ketika marah (HR.Bukhari Muslim)

C. Faktor Penyebabnya
1. Lingkungan.
2. Pertengkaran atau perdebatan.
3. Senda gurau dengan cara yang batil.
4. Memusuhi orang lain dengan segala cara.
5. Congkak dan sombong di muka bumi tanpa hak.
6. Lupa mengendalikan diri tehadap kebaikan.
7. Orang lain tidak melaksanakan kewajibannya terhadap pemarah.
8. Penjelasan orang lain atas aib dirinya.
9. Mengingat permusuhan dan dendam lama.
10. Lalai terhadap akibat yang di timbulkan oleh marah.

D. Dampaknya
1. Terhadap para aktivis
a. Membahayakan tubuh.
b. Menodai agama.
c. Tidak mampu mengendalikan diri.
d. Terjerumus ke dalam dalih yang hina.
e. Azab yang keras.

2. Terhadap aktivitas islam
a. Minimnya pembela dan pendukung.
b. Berpecah belah dan bercerai berai.
c. Lamanya perjalanan dan beratnya beban.

E. Cara Mengatasi Marah
1. Mewaspadai dampak dari marah.
2. Semaksimal mungkin berusaha membersihkan lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun masyarakat dari penyakit marah.
3. Mengobati penyakit pertengkaran dan perdebatan, juga penyakit bersenda gurau dengan cara yang batil.
4. Menghilangkan permusuhan dengan orang lain yang didasarkan pada kezaliman.
5. Membebaskan diri dari kecongkakan dan kesombongan di muka bumi.
6. Penguasa maupan rakyat harus melaksanakan kewajibannya terhadap orang yang dikenal marah.
7. Menempatkan orang yang sesuai dengan kedudukannya.
8. Jangan mengobarkan kembali permusuhan atau dendam lama.
9. Mengubah kondisi yang tengah dialami oleh orang yang sedang marah.
10. Menceritakan kepada orang yang marah tentang keadaannya sewaktu dia marah, yaitu bahwa ia sangat mirip dengan orang gila.
11. Merenungkan pentingnya memerangi nafsu guna melawan kemarahan.
12. Menjelaskan pahala yang menanti seorang muslim saat dia memerangi nafsunya dan menahan marahnya.
13. Senantiasa mendalami kitabullah dan sunnah Rasulullah.
14. Menelaah riwayat hidup orang yang di kenal dapat menahan marah.
15. Berdoa kepada Allah kiranya dia menyembuhkan hati yang berpenyakit marah, menganugrahi hati yang rela, penyayang dan penyantun kepada hamba-hamba Allah.

KE DUA PULUH ENAM
AL-HIQD (DENGKI)

A.Pengertian
Al hiqdu artinya : menahan dan mencegah.
Adh-dhighnu artinya :
1. Condong atau zalim.
2. Berkerumun dalam kedengkian.
3. Menolak untuk memberikan segala yang ada pada diri karena suatu hal.
Al-waghru artinya :
1. Kobaran panas yang dahsyat atau kobaran marah.
2. Penuh dengan kemarahan.
3. Suara.
Ad-dawa artinya dengki, sakit, TBC, atau penyakit dalam yang menimpa hati.
Adapun makna secara istilah, maka al-hiqdu dan kata lain yang semakna seperti ad-dighnu, al-waghru, ad-dawa, al-ghillu, adalah menahan atau mengekang permusuhan dan kebencian yang ada dalam hati, karena tidak mampu menuntut balas sambil menunggu serta menanti kesempatan untuk mengungkapkan dengan sosok atau bentuk apapun.

B. Bentuk-Bentuk Kedengkian Dan Hakiktnya
1. Mengacaukan profil orang shalih dari kaum pejuang yang mewakafkan kehidupannya untuk agama Allah, yang hidup dan mati untuk agama.
2. Terfokus kepada beberapa kesalahan.
3. Menafsirkan beberapa sikap da'i sebagai mata-mata, penjlat, dan pemilik sikapnya dituduh sebagai kaum rafidhah, atau kaum kafir ahli bid`ah.
4. Merendahkan setiap orang yang tidak mengakui kekuasaan mereka atau berbeda madzhab dengan mereka.
5. Menolak untuk berjihad dengan jiwa, harta, atau dengan keduanya sekaligus.
Kedengkian ini apabila menimpa orang shalih maka itu merupakan sifat yang buruk dan tercela. Keburukan dan ketercelaan itu menunjukkan bahwa Allah ta`ala memuji sekelompok manusia yang apabila berdo'a, maka di dalamnya terdapat permintaan kepada Tuhannya agar dia membersihkan hatinya dari penyakit dengki.
Alah berfirman :Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (muhajirin dan anshar) Mereka berdoa 'Ya tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan jangnlah engkau menbiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang (al hasyr :10).

C. Faktor Dengki
1. Tangan hampa.
2. Buruknya distribusi kekayaan dan pilih kasih dalam perlakuan.
3. Penghinaan dan pemaksaan.
4. Tidak adanya pemeliharaan hak-hak ukhuwah islamiyah.
5. Congkak dan sombong terhadap orang lain.
6. Mengeksploitasi orang lain.
7. Mengabaikan hak tetangga.
8. Perpecahan dalam keluarga dan tidak ada upaya masyarakat untuk mengatasinya.
9. Mendengarkan pengaduan tanpa konfirmasi.
10. Pemutusan hubungan.
11. Lingkungan.
12. Ketidak tahuan terhadap akibat yang ditimbulkan kedengkian.

D. Dampak Kedengkian
1. Terhadap para aktivis
a. Kegelisahan dan kekacauan jiwa.
b. Hasud.
c. Kegembiraan atas bencana yang menimpa orang lain.
d. Tidak memperoleh pahala dan ganjaran.

2. Terhadap aktivitas islam
a. Minimnya penolong dan pendukung.
b. Perpecahan.

E. Cara Mengobatinya
1. Meyakini dengan sepenuhnya bahwa sesungguhnya Allah memberikan aneka nikmat kepada para hamba-Nya.
2. Berupaya keras untuk berlaku adil dalam pembagian dan perlakuan secara sama dalam bermuamalah.
3. Memberikan kepada orang lain hak untuk mengungkapkan isi hatinya, tidak mengejeknya, mencegah kelaliman terhadap darah, harta.
4. Memelihara hak-hak islam.
5. Menyelamatkan diri dari penyakit membanggakan diri, congkak dan sombong.
6. Memperingatkan setiap orang agar tidak mengeksploitasi orang lain dengan cara apapun.
7. Menegaskan pentingnya memelihara hak-hak tetangga tanpa memandang akidah dan status mereka.
8. Mengupayakan pemecahan masalah keluarga, memperhatikan keadilan bagi orang yang berpoligami, menanggung anak yatim yang di tinggalkan oleh keluarganya dengan cara menolong mereka.
9. Mengkonfirmasikan segala hal yang kita lihat dan kita dengar.
10. Mengupayakan penghentian pemutusan hubungan dengan berbagai cara.
11. Membersihkan lingkungan keluarga maupun masyarakat dari kedengkian.
12. Senantiasa bergaul dengan kitabullah, sunnah rasul dan sirahnya.
13. Melakukan introspeksi dan menyadari bahwa kedengkian kepada orang lain tidak akan dapat membendung pemberian Allah.
14. Senantiasa menelaah sejarah islam dan menyimak cara para ulama salaf dalam mengobati kedengkian.
15. Senantiasa mengingat penyakit dengki dan bahayanya bagi individu maupun masyarakat.
16. Memperbanyak doa, ibadah dan merendahkan diri kepada Allah, agar dia menyucikan kalbu dari penyakit ini.

KE DUAPULUH TUJUH
BERLOMBA-LOMBA MERAIH
KEPENTINGAN DUNIAWI

A. Pengertian
Menurut bahasa kata tanaffud berarti :
1. Mencintai dan menggandrungi sesuatu.
2. Kikir dan bakhil terhadap sesuatu.
3. Memandang orang lain tidak cakap untuk melakukan sesuatu disertai rasa dengki kepadanya.
4. Berkompetisi dan berlomba dalam suatu hal tanpa mengakibatkan gangguan atau kerusakan.
Sedangkan makna tanaffud-dunya secara istilah adalah berlomba-lomba dalam menggemari dunia, sarana pemerolehannya, dan bagian-bagiannya, dengan memfokuskannya dan memprioritaskannya.

B. Bentuk-Bentuknya Dan Sikap Islam Terhadapnya
1. Menyepelekan dan mengabaikan sikap hati-hati dan selektif dalam memperoleh makanan, minuman, pakaian, kendaraan dan sebagainya.
2. Membenci para pencari akhiat, mencaci mereka, menekan dan menghardik mereka.
3. Membenci atau memusuhi setiap orang yang berhasil mendahuluinya dalam meraih kepentingan dunia, sedang dia tidak mampu menyusulnya.
4. Memandang hina terhadap nikmat Allah, tidak ridha terhadap nikmat Allah, ketetapannya dan takdirnya.
5. Permusuhan secara berkesinambungan karena membela kepentingan dunia dan isinya yang cepat sirna.
6. Perpecahan berkelanjutan yang disertai banyaknya kebingungan dan kesedihan, terutama ada bagian dunia yang tidak diraih.
7. Menyibukkan diri secara terus-menerus dalam mengupayakan pencarian dunia, melupakan akhirat secara total atau jarang mengingat akhirat.
8. Membicarakan ihwal dunia, kemewahan, keindahannya, dan cara-cara untuk meraihnya secara terus-menerus.
Berlomba-lomba dalam urusan dunia dan untuk dunia dengan melupakan atau mengabaikan akhirat adalah buruk dan tercela, sebagaimana firman Allah :"Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu. Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan (Al-Mulk :15).

C. Faktor Penyebabnya
1. Lupa bahwa perolehan dunia berlangsung sesuai dengan takdir.
2. Lalai terhadap hakekat dunia.
3. Hidup dalam lingkungan yang rakus pada perlombaan dunia.
4. Cinta dunia.
5. Congkak dan sombong di muka bumi tanpa hak.
6. Panjang angan-angan.
7. Lalai terhadap kematian dan akhirat.
8. Lalai terhadap dampak yang ditimbulkan oleh perlombaan meraih kepentingan dunia.

D. Dampaknya
1. Terhadap aktivis islam
a. Kegelisahan dan kekacauan jiwa.
b. Menyia-nyiakan hak ukhuwah islamiyah.
c. Berpaling dari aneka amal akhirat.
d. Membenci kematian dan akhirat.

2. Terhadap aktivitas islam
a. Perpecahan umat.
b. Lamanya perjalanan dan beratnya beban.

E. Cara Mengatasinya
1. Meyakini dengan penuh bahwa perolehan meraih kepentingan dunia itu berlangsung sesuai dengan takdir.
2. Memahami dengan sempurna hakikat dunia bahwa dunia itu bukanlah tujuan atau sasaran, namun merupakan sarana mencapai tujuan dan sasaran.
3. Menarik diri atau ditarik oleh orang lain dari lingkungan yang rakus terhadap dunia dan berlomba-lomba meraihnya.
4. Meyakini bahwa meskipun seseorang berhasil meraih dunia, maka ia tidak akan pernah merasa kenyang.
5. Seorang muslim harus memandang kedatangan kenikmatan dunia secara proporsioanal sehingga dia tidak memandangnya sebagai ajang perlombaan, namun sebagai ajang ujian.
6. Hendaknya seorang muslim mengobati dirinya dari sikap ujub, congkak dan sombong.
7. Meminimalkan angan-angan dengan cara yang disanggupinya.
8. Menelaah kitabullah, sunnah dan sirah nabi Muhammad.
9. Senantiasa mengingat maut dan akhirat, keadaan saat sakaratul maut, dan keadaan ketika memasuki kubur.
10. Mencermati biografi para ulama salaf.
11. Senantiasa mengingatkan dan menjelaskan kepada orang lain tentang ihwal dunia dan perlombaannya karena manusia sering lupa.
12. Senantiasa merasa diawasi oleh Allah pada saat berada di rumah atau berada di luar rumah.

KEDUA PULUH DELAPAN
RASA RENDAH DIRI
ATAU KEKERDILAN

A. Pengertian Al-ihtiqaar Au Al-inzam 'An-nafsi
Secara bahasa al-ihtiqar artinya menghinakan, merendahkan, dan mengecilkan. Dan al-inzam artinya tercerai berai dan pecah belah.
Adapun makna secara istilah adalah meremehkan diri, merendahkan dan menghinakannya, atau menaklukan diri kepada berbagai kehendak musuh, berupa nafsu keburukan, serta memenuhi godaan setan, dan manusia, dia merasa bahwa dirinya tidak layak melakukan kebajikan apapun, walaupun sederhana dan sedikit.

B. Bentuk-Bentuk Kerendahan Diri Atau Kekerdilan Serta Hukumnya Menurut Islam
1. Berpangku tangan terhadap aktivitas agama Allah.
2. Mengisolir diri terhadap masyaakat.
3. Tunduk, patuh, dan berserah diri kepada hawa nafsu.
4. Takut dan patuh terhadap orang yang batil dengan dalih bahwa orang itulah yang menguasai segala sesuatu.
5. Mencampakkan tanggung jawab dalam kepemimpinan, dengan dalih ia tidak mampu memikul berbagai beban.
Perbuatan ini merupakan sifat buruk, tercela, dan dilarang oleh Allah. Allah berfirman : Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman (Ali-Imran :139).

C. Faktor Penyebabnya
1. Mengabaikan kebiasaan bertanggung jawab dan tidak memotifasikannya.
2. Mencela dan menghina terus menerus.
3. Hidup di tengah lingkungan yang meresa rendah diri atau kerdil.
4. Kokohnya cinta dunia dalam hati.
5. Kegagalan seseorang di dalam setiap maksud dan tujuannya.
6. Menyaingi orang yang serius dengan kata-kata, bukan dengan karya nyata.
7. Pengekangan otoriter dan penindasan.
8. Tidak ada kepercayaan terhadap Allah dan manhajnya.
9. Tidak mengetahui nikmat Allah yang terdapat pada diri dan alam semesta.
10. Lalai terhadap akibat yang ditimbulkan rendah diri atau kekerdilan.
11. Terjerumus ke dalam berbagai kemaksiatan dan keburukan dengan mengabaikan taubat.
12. Membandingkan realitas musuh sekarang dengan realitas kita.

D. Dampaknya
1. Terhadap aktivis
a. Menjilat atau bergabung dengan orang-orang yang zalim.
b. Memerangi diri dan kehormatan.
c. Menambah dosa pemerhati.
d. Kerugian yang nyata di akhirat karena tidak bertaubat.

2. Terhadap aktivitas islam
a. Kurang memperoleh penolong dan pendukung.
b. Tercerai berai.
c. Beratnya beban dan lamanya perjalanan.

E. Cara Mengobatinya
1. Mengisi waktu luang dan mengikis pengangguran.
2. Menjauhkan diri dari perbuatan menghina orang lain.
3. Menjauhkan diri dari lingkungan yang dikenal rendah diri.
4. Bekerja dengan menggunakan segala sarana yang ada.
5. Menghadapi orang-orang yang melakukan berbagai aktivitas.
6. Memberikan manusia hak untuk mengungkapkan pendapat dan isi hatinya.
7. Mendekatkan diri kepada Allah, rasul-Nya dan manhaj-Nya.
8. Mencermati nikmat Allah.
9. Memelihara diri dari aneka kemaksiatan dan keburukan.
10. Senantiasa menelaah kisah para nabi, rasulullah dan para pengikutnya.
11. Pemegang kekuasaan harus memegang kewajibannya.
12. Tidak terpesona dengan kemajuan musuh.
13. Meminta petolongan kepada Allah.


Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin

0 komentar:

Posting Komentar